Pengelolaan Lahan Gambut Lestari – Teknologi Pemupukan Saraswanti

Abstract

Luas gambut di Indonesia sekitar 18,3 juta hektar dimana sekitar 1,7 juta hektar digunakan untuk budidaya sawit.  Potensi lahan gambut yang demikian besar mendorong perluasan pemanfaatan lahan  dibeberapa provinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Pemanfaatan ini harus diibangi dengan pengelolaan secara lestari agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar dimasa depan. Pengelolaan lahan gambut secara lestari khususnya untuk budidaya sawit banyak terdapat kendala, salah satunya adalah kesuburan tanah. Permasalahan kesuburan tanah di lahan gambut meliputi sifat bahan yang remah, pencucian hara yang intensif, kemasaman tanah dan kesuburan asli tanah yang rendah. Pengelolaan yang perlu dilakukan adalah tata kelola air yang bijak, pemilihan jenis gambut yang sesuai, pengelolan kemasaman tanah dan pengelolan kesuburan tanah. Teknologi yang dikembangkan Saraswanti dalam pengelolaan lahan gambut lestari antara lain memalai rekayasa komposisi dan dosis unsur hara yang disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing kondisi tanah, rekayasa bentuk melalui modifikasi luas permukaan dan kerapatan pupuk dan rekaya lama pelepasan unsur hara. Kombinasi dari ketiga unsur tersebut terbukti efektif mengatasi permasalahan dilahan gambut.

Keyword: Gambut, Pemupukan

Pendahuluan

Luas gambut di Indonesia sekitar 18,3 juta hektar yang tersebar berbagai wilayah Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 1,7 juta hektar digunakan untuk budidaya sawit, dimana sekitar 1,4 juta hektar berada di Sumatra dan sisanya di Kalimantan (Tropenbos Indonesia, 2012). Lahan gambut yang diusahakan untuk sawit sebagian besar dikelola oleh perusahaan, hanya sekitar 700 ribu hektar yang berstatus sawit rakyat. Potensi lahan gambut yang demikian besar mendorong perluasan pemanfaatan lahan  dibeberapa provinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Perluasan dilahan gambut, selain didorong oleh potensi ketersediaan lahannya juga didukung oleh suplai air yang melimpah yang ada dilahan tersebut. Suplai air ini sangat dibutuhkan untuk budidaya sawit guna mendukung tanaman dapat tumbuh dengan baik. Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, perlu tindakan pengelolan terutama masalah drainase dan nutrisi hara. Dengan pengaturan drainase, gambut dapat dikelola agar kebutuhan air sesuai untuk kegiatan budidaya yang dilakukan. Penggunaan pupuk yang sesuai dengan karakter dari gambut memberikan jaminan terhadap ketersedian nutrisi hara untuk tanaman.

Saraswanti melalui divisi pupuk mengembangkan teknologi penyediaan unsur hara yang sesuai untuk budidaya sawit dilahan gambut. Teknologi tersebut berupa rekayasa formulasi, bentuk dan  kecepatan kelarutan pupuk. Teknologi tersebut dikemas dalam salah satu merek dagang produk Saraswanti divisi pupuk dengan merk “PALMO”. Produk PALMO sudah banyak digunakan oleh stakeholder sawit di Indonesia dan terbukti dapat memberikan solusi terkait dengan penyediaan nutrisi hara khususnya untuk sawit.

BAB 1. Permasalahan Kesuburan di Lahan Gambut

  • Sifat Bahan

Gambut mempunyai material seperti spon dengan ciri koloid yang dapat menahan sejumlah air (Driessen and Rohimah, 1976). Agar sesuai untuk areal budidaya, kawasan gambut didrainase terlebih dahulu untuk mengantur tinggi permukaan air. Drainase yang berlebihan menyebabkan air terjerap hilang, sehingga terjadi perubahan tidak balik pada struktur koloidal yang berakibat gambut kehilangan sebagian besar daya retensi air. Gambut kering menjadi hidrofobik dan sulit untuk dibasahi kembali, menjadikanya sangat rentan terjadi kebakaran. Kehilangan air dan juga perubahan struktur koloid menyebabkan pengerutan tidak balik gambut. Gambut menjadi granuler dengan kondisi fisik yang tidak mendukung produktivitas pertanian dan kepekaan yang tinggi terhadap erosi. Struktur yang lemah ini menyebabkan daya ikat pada akar sangat rendah, berpotensi roboh pada beberapa jenis tanaman tahunan.

Sumber unsur hara didominasi berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan organik yang melapuk. Ketiadaan bahan mineral sebagai penyumbang unsur hara menyebabkan kesuburan asli digambut sangat rendah.  Rachim (1995) menyampaikan bahwa selain miskin sumber primer, kondisi lingkungan di gambut menjadikan unsur tersebut banyak tidak tersedia.

  • Pencucian Hara

Pencucian hara pada lahan gambut topogen terjadi sangat intensif, ada dua faktor yang sangat berpengaruh yaitu tapak jerap dan pola drainase. Tapak jerap mengandung muatan negatif yang akan sangat mempengaruhi kapasitas tukar kation. Tapak jerapan dan pertukaran ion berasosiasi dengan koloid hidrofilik gambut yang dinamakan asam humat dan hemiselulosa (Volarovich and Churaev 1968 cit Rieley et al., 1996). Fraksi organik gambut tropika mengandung sejumlah besar hemiselulosa, sellulose, lignin, bahan humat, dan sejumlah kecil protein, waxes, tannins dan resin. Kapasitas pertukaran kation gambut sangat ditentukan oleh fraksi lignin yang relatif stabil dan bahan humat, termasuk asam fulvat dan asam humat, yang membentuk kompleks yang stabil dengan ion logam (Rieley et al., 1996). Pada gambut fibris, fraksi lignin masih dalam bentuk rantai karbon dengan muatan yang sangat rendah. Pada kondisi ini tidak ada agent yang mampu menjaga hara dalam komplek pertukaran sehingga sangat mudah tercuci.

Pengaturan muka air dilahan gambut agar tetap sesuai untuk budidaya membutuhkan pengelolaan drainase yang intensif. Akibatnya banyak kandungan yang terlarut dalam air tersebut juga berpindah mengikuti pola drainase. Secara tidak langsung akan terjadi pencucian unsur hara baik terbawa masuk ataupun keluar. Dengan kombinasi antara pencucian hara yang intensif dan kesuburan asli tanah yang rendah menyebabkan lahan gambut masuk dalam kriteria lahan marginal.

  • Kemasaman

Kemasaman di tanah gambut apabila diukur dengan skala pH menunjukan reaksi masam. Kemasaman tanah gambut berhubungan dengan kehadiran komponen organik, H dan Al dapat ditukar, besi sulfat dan komponen sulfur teroksidasi. Berbeda dengan tanah mineral, kehadiran asam-asam organik sangat menentukan kemasaman dan kehadiran Al dapat ditukar kurang penting.  Kisaran kemasaman bahan organik sangat lebar. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Sri Nuryani (2007) bahwa pengembangan pertanian di lahan gambut menghadapi kendala antara lain tingginya asam-asam organik.

  • Kesuburan Asli

Kesuburan asli tanah diperoleh dari pelapukan bahan-bahan ada pada lokasi tersebut, pada tanah gambut pelapukan yang terjadi didominasi oleh bahan-bahan organik sisa dari tanaman yang tumbuh diatasnya. Karena bahan tersebut bukan merupakan sumber kaya mineral hara, maka banyak dijumpai kekahatan hara di tanah gambut.  Kekahatan hara banyak terjadi pada gambut dalam dibandingkan gambut dangkal (Anderson, 1983 cit. Rieley et al., 1996). Sebagian besar gambut dalam diwilayah tropika mengandung kurang dari 5% bahan mineral. Gambut pada kondisi perawan umumnya mempunyai kandungan P sangat rendah. Sebagian besar berada dalam bentuk organik dan harus mengalami mineralisasi dulu sebelum tersedia bagi tanaman.

Daya hantar listrik gambut tropika umumnya kurang dari 100 µS cm-1, kecuali gambut pantai yang bisa mencapai 470 µS cm-1. Kondisi ini berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan unsur mikro. Tanah gambut juga kahat unsur mikro karena dikhelat (diikat) oleh bahan organik (Rachim, 1995).

BAB 2. Pengelolaan Kesuburan di Lahan Gambut

2.1. Tata Kelola Air

Air sebagai sarana pelarut dari berbagai bahan khususnya pada kaidah pergerakan hara memegang peran penting dalam konsep penyediaan untuk tanaman. Pergerakan air secara tidak langsung akan mempengaruhi pergerak hara dalam tanah. Mempertahankan tanah dalam kondisi kecukupan akan memberikan lingkungan tumbuh yang baik dalam upaya penyediaan kebutuhannya termasuk hara.

Lahan gambut mengalami proses pembasahan dan pengeringan secara periodik.  Kondisi ini berdampak pada  kontribusi berbagai proses pelepasan hara atau transformasi untuk mengubah ketersediaan unsur hara. Pengeringan tanah menstimulasi mineralisasi Nitrogen (3 kali lebih tinggi) dan mengurangi denitrifikasinya (5 kali lebih rendah) dibandingkan dengan tanah basah secara terus menerus. Pada kondisi basah, denitrifikasi meningkat menjadi 20 mg N m-2 d-1, yang jauh lebih tinggi daripada denitrifikasi dibandingkan dengan kondisi pada umumnya. Pengeringan tanah juga merangsang pelepasan N dan K tersedia, namun pelepasan P tidak terpengaruh. Sebaliknya, P yang dapat diekstraksi meningkat pada pembasahan tanah  menurut Mohr dkk (1972).

Ketersediaan Fosfor pada kondis basah sebagian besar dikendalikan oleh kesetimbangan kimia di dalam tanah (Suharta, 2007). Terutama dikisaran pH 4-6, pembasahan menurunkan ketersediaan Fosfor membentuk Fe-P. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa imobilisasi mikroba dapat mengontrol ketersediaan P untuk tanaman (Driessen dan Rohimah, 1976). Mempertahankan kondisi teroksidasi dapat membantu penyediaan P tetap dalam koplek pertukaran.

Pelepasan Kalium di tanah dikendalikan oleh adsorpsi fisik pada partikel tanah lempung (Driessen dan Rohimah, 1976). Karena adsorpsi K meningkat dengan drainase tanah, ketersediaan K untuk tanaman cenderung menurun setelah drainase. Pada gambut, adsorpsi fisik tidak terjadi karena rendahnya kisi kristalin pada lempung yang  menangkap K. Membasahi kembali daerah yang sebelumnya dikeringkan pada gambut telah dipraktikkan dalam pemulihan lahan basah (Pfadenhauer dan Grootjans, 1999). Tujuan pembasahan ulang adalah untuk mengurangi aerasi tanah dan menurunkan mineralisasi N. Penambahan sulfat pada percobaan Venterink dkk (2002) cenderung menurunkan denitrifikasi N sehingga dapat mencegah terjadinya kehilangan akibat pencucian. Aplikasi ini dilakukan bersamaan dengan pembasahan pada lahan yang semula kering.Pengaturan drainase sebaiknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan budidaya yaitu wilayah komplek pertukaran akar. Drainase yang baik, khususnya pada komplek pertukaran akar dapat membantu kelestarian lahan gambut. Dengan pengelolaan yang baik dapat mengurangi pencucian unsur hara, menurunkan tingkat subsidence, mencegah terjadinya kebakaran dan menjaga kelestarian sumber air dibawahnya.

2.2. Jenis Gambut

Gambut yang telah melapuk lanjut mempunyai fraksi lignin yang lebih dominan.  Fraksi lignin relatif stabil didalam tanah dan  membentuk kompleks yang stabil dengan ion logam (Rieley et al., 1996). Kondisi ini membantu dalam pembentukan tapak jerap sehingga nilai dari kapasitas tukar katiaon meningkat. Dengan peningkatan tersebut, maka peluang penyediaan unsur hara semakin tinggi. Karena kondisi telah stabil, tingkat subsidence yang terjadi juga relatif rendah. Subsidence yang cukup intensif akan sangat merugikan karena dapat menyebabkan tanaman menjadi roboh khususnya pada tanaman tahunan.

Kawasan gambut secara ekologis berfungsi sebagai penyimpan air yang akan berguna pada saat terjadi kekeringan. Tindakan drainase yang berlebihan pada saat pembukaan lahan dapat menyebabkan fungsi ekologis ini menjadi rusak. Kawasan peat dome merupakan wilayah yang rentan terjadi kerusakan apabila dilakukan drainase secara berlebihan. Pengusahaan budidaya sebaiknya menghindari kawasan peat dome agar terhindar dari kerusakan ekologis. Jenis -jenis gambut fibris mempunyai kerentanan yang tinggi dari sisi pengelolaan. Selain menimbulkan tantangan yang banyak, juga akan mengkaibatkan kerusakan lingkungan yang lebih parah.

2.3. Pengelolaan Kemasaman

Tanah gambut bereaksi masam, dengan demikian diperlukan upaya  untuk meningkatkan pH sehingga memperbaiki media perakaran tanaman. Pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dikurangi dengan teknologi pengelolaan air dan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kahat unsur hara untuk memberikan hasil yang optimal i dapat dilakukan dengan tindakan ameliorasi dan pemupukan. Namun yang perlu diperhatikan bahwa bahwa ameliorasi untuk memperbaiki kesuburan tanah gambut juga dapat memacu emisi, karena ameliorasi akan menurunkan rasio C/N dan akan memacu dekomposisi gambut. Dengan demikian pemanfaatan lahan gambut harus berdasarkan pada pertimbangan yang rasional antara keuntungan ekonomi yang didapat dengan kerugian lingkungan yang akan diderita (Widyati, 2011).

Tidak seperti tanah mineral, pH tanah gambut cukup ditingkatkan sampai pH 5 saja karena gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH sampai tidak lebih dari 5 dapat memperlambat laju dekomposisi gambut. Pengaruh buruk asam-asam organik beracun juga dapat dikurangi dengan menambahkan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen seperti dolomit,  terak baja, tanah mineral laterit atau lumpur sungai (Salampak, 1999; Sabiham et al, 1997). Pemberian tanah mineral berkadar besi tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Mario, 2002; Salampak, 1999; Suastika, 2004; Subiksa et al., 1997).

Menjaga tinggi muka muka air agar lapisan pirit tidak teroksidasi akan sangat efektif dalam menekan terjadinya peningkatan pH secara drastis. Lapisan pirit yang teroksidasi dapat menurunkan pH tanah sampai dengan sangat masam. Pada kondisi ini, tanaman secara umum tidak dapat bertahan hidup.

2.4. Pengelolaan Kesuburan

Kandungan hara gambut yang sangat rendah perlu ditingkatkan dengan pemupukan N, P, K, Ca dan Mg. Daya pegang yang rendah terhadap kation pada tanah gambut perlu diantisipasi dengan penggunaan pupuk yang lepas lambat. Unsur mikro tidak dapat tersedia untuk tanaman sehingga pemupukan unsur mikro terutama yang mengandung Zeng Sulfat sangat diperlukan. Penambahan unsur mikro dalam pemupukan dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara untuk tanaman.

Semakin tinggi kandungan fosfat alam dan kadar Fe dalam air tanah semakin besar kontribusinya dalam menekan kehilangan karbon, rata-rata kehilangan karbon dari tanah gambut pertahun dapat ditekan sebesar: 64% (1,7 Mg C ha-1.tahun-1) pada kondisi tergenang 5 cm, diikuti dengan kondisi dua kali kapasitas lapang sebesar 58% (1,3 Mg C ha-1.tahun-1) dan kondisi kapasitas lapang sebesar 41% (1,0 Mg C ha-1tahun-1). Penambahan kation polivalen seperti Fe dan Al akan menciptakan tapak jerapan bagi ion fosfat sehingga bisa mengurangi kehilangan hara P melalui pencucian (Rachim, 1995). Peningkatan kandungan P tanaman semakin besar bila pemberian fosfat alam berkadar Fe tinggi diikuti dengan pemberian amelioran Fe3+.  Untuk menekan kehilangan karbon dan mempertahankan stabilitas tanah gambut disarankan menggunakan bahan berkadar Fe tinggi sebagai amelioran dan fosfat alam berkadar Fe tinggi pada kondisi tergenang (Nelvia, 2009).

Jenis pupuk yang diperlukan adalah yang mengandung N, P, K, Ca dan Mg serta unsur mikro disesuaikan dengan kondisi setempat. Walaupun KPK gambut tinggi, namun daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga pemupukan harus dilakukan beberapa kali dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat sepertinya lebih baik dibandingkan pupuk NPK pada umumnya, karena akan lebih efisien dan dapat meningkatkan pH tanah (Subiksa et al., 1991).

 

BAB 3. Teknologi Pemupukan Saraswanti

3.1. Formulasi Unsur Hara

Teknologi formulasi unsur hara yang diterapkan pada setiap produk Saraswanti diarahkan terhadap jenis hara, kandungan hara, dan penambahan unsur atau senyawa aditif yang berpengaruh terhadap perbaikan kualitas tanaman, memperbaiki harkat kesuburan tanah dan mendorong percepatan ketersediaan hara.  Jenis hara yang dibutuhkan utamanya terdiri dari unsur N, P, K, Ca, Mg dan S, dimana  masing-masing unsur hara disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Kebutuhan formulasi komposisi pupuk ditetapkan berdasarkan hasil penelusuran secara terukur dan dapat dipertanggung jawabkan melalui hasil analisis tanah maupun daun.  Penambahan unsur hara yang selama ini kurang diperhatikan, namun sesungguhnya memiliki fungsi yang dapat berkontribusi nyata terhadap perbaikan kualitas produksi tanaman juga menjadi bagian untuk memperkuat kualitas formulasi pupuk, misalnya penambahan hara mikro secara lengkap terdiri dari unsur Cu, Zn, Fe, B dan Si.   Untuk meningkatkan kualitas pupuk, rekayasa komposisi acapkali dilakukan dengan memperkaya komposisi melalui penambahan bahan yang mampu meningkatkan harkat kesuburan tanah, seperti penambahan humic subtance.

Penerapan teknologi formulasi unsur hara sangat efektif untuk mengatasi permasalahan kondisi tanah gambut.  Konsep formulasi komposisi berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah akan menekan pengaruh hara yang berlebihan terkandung dalam pupuk yang mudah hilang karena terbawa run off atau tercucikan.  Dengan demikian, sangat logis bahwa formulasi unsur hara pupuk akan memaksimalkan efektifitas penggunaan pupuk

3.2. Formulasi Bentuk

Formulasi bentuk pupuk padatan yang dilakukan oleh Saraswanti diarahkan pada bentuk, ukuran partikel dan kemasifan permukaan butiran.   Formulasi sifat fisik pupuk pada bentuk pupuk diarahkan pada ukuran partikel pupuk yang lebih besar.  Ukuran luas butir yang lebih besar memiliki peluang integrasi keseluruhan unsur dalam partikel butiran secara lengkap yang lebih terjamin dan memiliki pengaruh terhadap pelarutan pupuk yang secara relatif lebih lambat dibanding dengan pupuk yang memiliki diameter partikel lebih kecil.  Sifat kemasipan pupuk berkaitan dengan kerapatan pori mikro di permukaan pupuk, direkayasa melalui proses compressing menghasilkan berat jenis butiran yang lebih besar (1,33-2,50 g/cm3) dan dapat membantu proses hancuran hidrolisis pelarutan bahan menjadi lebih lambat.  Sizing dan kemasifan pupuk berfungsi sebagai salah satu pengendali sifat pupuk slow release.

Formulasi pupuk dalam bentuk ukuran butiran yang lebih besar dan kemasifan pupuk yang berperan dalam menjaga pelepasan hara secara terkendali,sangat cocok diaplikasikan pada tanah gambut  Pupuk dengan sizing yang lebih besar mampu mengendalikan ketersediaan hara lebih efektif dengan mengurangi kehilangan hara asal pupuk yang dapat disebabkan oleh pencucian, dinamika air naik turun secara vertikal,dan lahan tergenang serta limpasan air pada periode waktu tertentu.

3.3. Formulasi Kecepatan Pelarutan Pupuk

Kecepatan pelarutan pupuk sering menjadi sasaran utama dalam rekayasa formulasi sifat fisik pupuk.  Sifat ini menjadi salah satu fokus Saraswanti dalam kaitanya dengan kemampuan pupuk  menyediaakan hara bagi tanaman.  Rekayasa formulasi kecepatan pelarutan pupuk yang telah Saraswanti terapkan dilakukan melalui mekanisme kimia, fisika dan penggabungan diantara kedua mekanisme tersebut.

Faktor pembatas nutrisi di tanah gambut  sering dikaitkan dengan kondisi air yang berlebihan di lapisan permukaan tanah.  Kehilangan nutrisi di permukaan lapisan tanah sering berhubungan dengan kelarutan nutrisi yang terbawa oleh pergerakan air secara berlebihan.  Dengan mengatur kecepatan pelarutan pupuk, maka boleh jadi kehilangan nutrisi di permukaan tanah dapat ditekan sekecil mungkin dengan harapan akan memberikan peluang pupuk lebih lama tersimpan di dalam tanah dan memberi peluang untuk meningkatkan efisiensi serapan tanaman.

Pupuk menyediakan hara bagi tanaman di dalam tanah diawali dengan terjadinya proses persentuhan materi pupuk dengan air asal kelembaban tanah.  Reaksi kimia hidrolisis di permukaan materi pupuk akan menyebabkan terjadinya peristiwa ionisasi pada masing-masing unsur yang terkandung dalam bahan.   Peristiwa reaksi kimia ini menyebabkan terjadinya pelarutan bahan pupuk untuk berubah menjadi hara dalam bentuk fraksi ion-ionnya. Pupuk yang diaplikasikan pada lahan dengan tingkat pencucian yang intensif sering menjadi tidak efektif, karena lebih banyak pupuk yang hilang dipermukaan tanah dibanding dengan nutrisi pupuk yang terserap tanaman.

 

BAB 4. Hasil Penggunaan Pupuk Saraswanti di Lahan Gambut

Hasil pengujian pada tanah gambut di kebun Kandeng Kecamatan Kotabesi Kabupaten Kotawaringin menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas penggunaan pupuk Majemuk NPK Palmo sebesar 39,6% dan 37,3% dibandingkan pupuk tunggal. Pada pengamatan di kebun Klangsam Kecamatan Baning Kabupaten Langsam, peningkatan produktivitas pupuk majemuk NPK Palmo sebesar 34,4% dibandingkan dengan pupuk tunggal. Tren yang sama juga ditunjukan pada pengujian di kebun Tudungsaji Kecamatan Baning Kabupaten Langsam, peningkatan terjadi sebesar 27,8% dibandingkan dengan pupuk tunggal.

Tabel 1. Pengujian efisiensi pupuk tunggal dan majemuk dibeberapa lokasi kebun pada tanah gambut.

Lokasi Kebun

Pupuk Tunggal

(ton/ha/tahun)

NPK Palmo

(ton/ha/tahun)

Peningkatan

(%)

Kebun Kanden Kec Kotabesi Kab Kotawaringin Timur

9.6

13.4

39.6

Kebun Kanden Kec Kotabesi Kab Kotawaringin Timur

7.5

10.3

37.3

Kebun Klangsam Kec Baning Kab Langsam

6.4

8.6

34.4

Kebun Tudungsaji Kec Baning Kab Langsam

7.2

9.2

27.8

Rerata

7.7

10.4

34.8

Sumber data: data koleksi tim PT Saraswanti Anugerah Makmur

Secara umum, peningkatan produktivitas penggunaan pupuk majemuk dibandingkan dengan pupuk tunggal di lahan gambut sebesar 34,8%. NPK Palmo merupakan pupuk majemuk berbentuk briket dengan karakter lepas lambat (slow release). Jenis karakter pupuk ini cocok untuk tanah gambut dimana sering terjadi kehilangan hara akibat pencucian. Walaupun KPK gambut tinggi, namun daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga pemupukan harus dilakukan secara berulang atau menggunakan jenis pupuk yang lepas lambat. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat lebih baik dibandingkan pupuk NPK pada umumnya, karena akan lebih efisien dan dapat meningkatkan pH tanah (Radjagukguk, 1983).

Hasil pengamatan pada sawit TBM, menunjukkan bahwa penggunaan pupuk majemuk secara umum meningkatkan pertumbuhan tanaman baik dilihat dari luas daun, jumlah anak daun, rerata panjang anak daun, rerata lebar anak daun, jumlah pelepah daun dan panjang pelepah. Hasil pengamatan terhadap pengaruh penggunaan pupuk majemuk NPK Palmo dibandingkan tunggal di kebun Klangsam, Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 2. Pengujian efisiensi pupuk tunggal dan majemuk pada tanah gambut sawit TBM di kebun Klangsam, Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Perlakuan

Luas daun (m2)

Jumlah anak daun (buah)

Rerata panjang anak daun (cm)

Rerata lebar anak daun (cm)

Jumlah pelepah daun (buah)

Panjang pelepah (buah)

Palmo 1,5 3,5 185 52 3,2 33,6 216
Palmo 2 3 172 50 3,1 31,1 203
Tunggal 2,6 167 48 2,9 30,9 193

Sumber data: data koleksi tim PT Saraswanti Anugerah Makmur

 

KESIMPULAN

Secara umum, teknologi pupuk Saraswanti yang dikembangkan mampu memaksimalkan efektifitas dan efisiensi pemupukan sehingga dapat meningkatkan keuntungan budidaya sambil tetap menjaga kelestarian produktivitas lahan gambut, melalui; (1) Rekayasa komposisi kandungan hara sesuai kebutuhan kebutuhan tanaman (by order) yang dapat ditetapkan berdasarkan pendekatan ketersediaan hara tanah dan jaringan tanaman, sehingga efektif dalam menekan pemborosan kehilangan hara asal pupuk di lahan pertaniaan, (2) memiliki mekanisme pelepasan unsur hara sesuai kebutuhan dan karakteristik kimia tanah. Kelarutan pupuk lebih terukur untuk menyediakan hara cepat tersedia maupun lambat tersedia sesuai dengan fase pertumbuhan.  Peristiwa penyediaan hara yang demikian, akan mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara optimal atau target produktivitas yang diharapkan berdasarkan peningkatan efisiensi serapan maupun efisiensi produksi, (3) dilengkapi nutrisi yang mampu mendorong peran metabolisme tanaman menjadi lebih baik, sehingga akan mampu meningkatkan kualitas produksi tanaman, dan (4) menjadikan hara asal pupuk tidak mudah hilang karena tercucikan, volatilisasi dan terjerap, sehingga produktivitas lahan terjaga kelestariaanya dan menekan pengaruh negatif terhadap kerusakan lahan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, and J. van Schuylenborgh. 1972. Tropical Soils. A comprehensive study of their genesis. Mouton–Ichtiar Baru-Van Hoeve, The Hague-Paris-Jakarta. p. 481.

Nelvia, 2009. Kandungan fosfor tanaman padi dan emisi karbon tanah gambut yang diaplikasi dengaN amelioran Fe3+ dan fosfat alam pada beberapa tingkat pemberian air. J. Tanah Trop. 14(3):195-204.

Olde Venterink, T.E. Davidsson , K. Kiehl dan L. Leonardson. 2002.Impact of drying and re-wetting on N, P and K dynamics in a wetland soil. Plant and Soil 243: 119–130, Kluwer Academic Publishers.Pfadenhauer dan Grootjans. 1999. Wetland restoration in Central Europe: aims and methods. Applied Vegetation Science.Blackwell Publishing Ltd.

Rachim, A. 1995. Penggunaan kation-kation polivalen dalam kaitannya dengan ketersediaan fosfat untuk meningkatkan produksi jagung pada tanah gambut. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rieley, J.O., A.A. Ahmad-Shah & M.A. Brady., 1996, “The Extent and Nature of Tropical Peat Swamps”. In : Maltby et al., (Eds). Tropical Lowland Peatlands of Southeast Asia. Proc. of a Workshop on Integrated Planning and Management of Tropical Lowland Peatlands held at Cisarua, Indonesia, July 3 –8, 1992. IUCN, Gland, Switzerland. p : 15 – 53.

Salampak, 1999. Peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sri Nuryani H.U, Didik H.F., A. Maas, 2007, “Kajian Kimia Gambut Hidrofilik dan Hidrofobik Sesudah Diameliorasi”, Prosiding Seminar dan Kongres Nasional IX HITI: Solusi Miskelola Tanah dan Air untuk Memaksimalkan Kesejahteraan Rakyat. UPN Veteran Yogyakarta, 5-7 Desember 2007.

Suharta, N. 2007. Sifat dan karakteristik tanah dari batuan sedimen masam di Provinsi Kalimantan Barat serta implikasinya terhadap pengelolaan lahan. Jurnal Tanah dan Iklim 25: 11−26.

Tropenbos Indonesia (2012). A new paper rejects claims that drainage of peatlands for plantations can be sustainable. Diakses dari https://www.tropenbos.org/news.

Widyati, E., 2011. Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut dan Isu perubahan iklim. Tekno Hutan Tanaman 4(2):57-68.

Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya
Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya

Pengertian Pupuk NPK Pupuk NPK adalah pupuk yang memilik kandungan tiga unsur hara makro, yaitu Nitrogen (N) Fosfor (P) dan Kalium (K). Selain unsur...

Pupuk, Pengertian dan Jenisnya
Pupuk, Pengertian dan Jenisnya

Pengertian Pupuk Pupuk adalah bahan yang memiliki kandungan satu atau lebih unsur hara yang diberikan pada tanaman atau media tanam untuk mendukung...

Teknologi Pupuk Majemuk Untuk Tanaman Kelapa Sawit

Pupuk sawit adalah pupuk yang dikhususkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman sawit, jenisnya bisa berupa pupuk tunggal maupun pupuk majemuk. Saat berbicara mengenai pupuk kelapa sawit terbaik, adalah pupuk yang bisa diserap dengan baik oleh tanaman kelapa sawit namun di saat yang sama bisa diaplikasikan secara efektif dan efisien.

Kondisi dan lokasi geografis perkebunan kelapa sawit yang beragam menjadi latar belakang pengembangan teknologi pemupukan kelapa sawit di Divisi Pupuk Saraswanti Group. Secara konsisten Saraswanti Group mengembangkan pupuk majemuk berbasis riset. Usaha ini memunculkan beberapa pupuk khusus kelapa sawit dengan merk Palmo. Pupindo, Fertindo serta Phonika, yang semuanya merupakan pupuk NPK yang mengandung nutrisi lengkap (makro-mikro), melalui rekayasa khusus agar efektif dan efisien saat aplikasi, serta bisa disesuaikan dengan kebutuhan khusus tiap perkebunan milik konsumen berdasarkan hasil analisa tanah dan daun

PENDAHULUAN

  • Pupuk, variabel penting budidaya tanaman
    • Kemampuan meningkatkan produktivitas signifikan
    • Alokasi terhadap biaya budidaya mencapai 30 – 65 persen
  • Penggunaan pupuk pada kelapa sawit cukup lama
    • Penggunaan nutrisi NPK saja >> Pemupukan berimbang (NPK+TE)
    • Penggunaan pupuk tunggal >> Pupuk Majemuk
  • Pupuk majemuk, Trend pemupukan kelapa sawit
    • Nutrisi lengkap (makro, mikro), pemupukan berimbang
    • Rekomendasi pupuk berbasis tanah dan daun, komposisi nutrisi kebutuhan khusus
    • Pengembangan dan terapan teknologi pupuk sangat inovatif
    • Praktis, asupan nutrisi serempak, menghemat biaya aplikasi
  • Saraswanti Group, konsisten mengembangkan pupuk majemuk berbasis riset, rekayasa pupuk, pengujian pupuk lab dan tanaman, komersialisasi produk.

 

PENYAMAAN PERSEPSI TENTANG PUPUK

  • Arti harfiah sebagai nutrisi atau makanan utama
  • Definisi pupuk
    • Material bisa berupa padat, cair, gas
    • Mengandung nutrisi yang diperlukan tanaman
    • Diaplikasikan via tanah atau bagian tanaman
    • Tidak mengandung atau meracuni tanaman
  • Istilah praktis dan akrab dikenal: Pupuk tunggal, pupuk majemuk, pupuk alami, pupuk buatan, pupuk organik, pupuk anorganik, dsb.
  • Pengetahuan pengenalan tetang jenis pupuk akan membantu praktisi memahami ciri pupuk,  sehingga pengguna tidak keliru dalam menentukan pilihan pupuk yang dibutuhkan. Contoh :  Sasaran penggunaan pupuk anorganik pada umumnya digunakan untuk memperkaya (enrichment) hara dalam tanah pada periode waktu yang pendek. Penggunaan pupuk ini dicirikan oleh dosis yang relatif rendah (satuan ku/ha) per satu periode musim tanaman

 

PUPUK MAJEMUK

  • Merupakan pupuk mempunyai nutrisi > 1 unsur
  • Standar pupuk majemuk yang baik
    • Kandungan nutrisi lengkap
    • Kualitas memnuhi SNI
    • Homogenitas fisik (warna, partikel, berat jenis) seragam
  • Penetapan komposisi >>> basis kebutuhan nutrisi tanah atau pendekatan ketersediaan nutrisi tanah dan daun

 

Nomenklatur Pengenal Pupuk Majemuk

  • Jumlah nutrisi > 1
  • Grade atau spek: Susunan jenis unsur disertai urutan angka, Jaminan minimum nutrisi tersedia, Contoh : 12-12-17-2-TE; 13-6-27-4-0.65B
  • Merk Pupuk: Sudah dikenal cukup lama, mainded produk dan skala komersial, contoh: Pupindo, Palmo, Mahkota, Hikey, dsb

 

Bentuk dan Komposisi Pupuk Majemuk

  • Bentuk pupuk majemuk cukup beragam, mulai dari ukuran kecil sampai dengan besar. Secara umum, bentuk pupuk majemuk terbagi dalam 3, yaitu Granul, Briket, dan Tablet
  • Komposisi pupuk majemuk terdiri dari berbagai komponen, antara lain adalah zat nutrisi, zat pembawa, campuran, bahan mantel, filler dan binder.

Pembuatan Pupuk Majemuk

  • Tahap pembuatan: penetapan grade dan volume, perhitungan matematis campuran, pemilihan dan preparasi bahan baku, penimbangan, homogenitas padatan, kemasan
  • Klasifikasi pembuatan pupuk majemuk
    • Mixed Fertilizer (Proses Fisik)
    • Compound Fertilizer; terdiri atas Semi Compound (fisik+kimia binder, SRA) dan Full Compound (kimia reactant)

 

Keunggulan & Kelemahan Karakteristik Pupuk Majemuk

Pencampuran Pupuk

  • Pencampuran secara kimia tidak menimbulkan terjadinya gas, berkurangnya ketersediaan hara dan terjadi caking (menggumpal) akibat reaksi kimia.
  • Secara fisik, misalnya memiliki ukuran butir, warna dan berat jenis relatif sama, untuk menekan peristiwa segregasi sekecil mungkin.

 

PUPUK MAJEMUK REKAYASA  DIVISI PUPUK SARASWANTI GROUP Formulasi Komposisi

  • Teknologi formulasi komposisi diarahkan kepada jenis hara, kandungan hara, dan penambahan unsur atau senyawa aditif yang berpengaruh terhadap perbaikan kualitas tanaman, memperbaiki harkat kesuburan tanah dan mendorong percepatan ketersediaan hara.
  • Kebutuhan formulasi komposisi berdasarkan penelusuran secara terukur dan dapat dipertanggung jawabkan melalui hasil analisis tanah maupun daun.
  • Teknologi formulasi komposisi sangat efektif untuk mengatasi permasalahan kondisi lahan marginal seperti lahan marginal tanah gambut dan tanah pasiran.

 

Formulasi Bentuk Pupuk

  • Formulasi sifat fisik pupuk pada bentuk pupuk diarahkan pada ukuran partikel pupuk yang lebih besar >> memiliki pengaruh terhadap pelarutan pupuk yang secara relatif lebih lambat dibanding dengan pupuk yang memiliki diameter partikel lebih kecil.
  • Saizing dan kemasifan pupuk berfungsi sebagai salah satu pengendali sifat pupuk slow release.
  • Pupuk dengan sizing mempunyai manfaat mengendalikan ketersediaan hara lebih efektif dengan mengurangi kehilangan hara asal pupuk yang dapat disebabkan oleh pencucian (tanah pasiran), run off (lahan undulating), dinamika air naik turun secara vertikal (tanah gambut) dan lahan tergenang serta limpasan air pada periode waktu tertentu (lahan pasang surut).

 

Formulasi Kecepatan Kelarutan Pupuk

  • Kecepatan pelarutan menjadi penting berkaitan dengan kemampuan pupuk dalam menyediakan hara bagi tanaman. terbagi menjadi dua yaitu Slow release dan Fast release
  • Sifat kelarutan yang terukur akan menjadikan nutrisi dalam pupuk tidak mudah terbawa oleh pergerakan air yang berlebihan, sehingga nutrisi relatif lebih lama tersimpan dalam tanah dan memberikan peluang lebih banyak diserap oleh tanaman.

HASIL PENGUJIAN EFISIENSI PUPUK MAJEMUK PADA KELAPA SAWIT

  • Pengujian Pada Tanah Mineral. Peningkatan rerata produktivitas pada penggunaan pupuk majemuk dibandingkan tunggal > 3,2 – 16,9

  • Pengujian Pada Tanah Gambut. Sawit menghasilkan. Peningkatan produktivitas penggunaan pupuk majemuk dibandingkan dengan pupuk tunggal di lahan gambut sebesar 34,8 dibandingkan pupuk tunggal.

  • Pengujian Pada Tanah Gambut. Sawit belum menghasilkan (Kebun Klangsam, Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat). Hasil pengamatan pada sawit TBM, menunjukkan bahwa penggunaan pupuk majemuk secara umum meningkatkan pertumbuhan tanaman baik dilihat dari luas daun, jumlah anak daun, rerata panjang anak daun, rerata lebar anak daun, jumlah pelepah daun dan panjang pelepah

  • Pengujian Pada Tanah Pasiran. Secara umum, peningkatan produktivitas sawit dari hasil pengujian sebesar 46,1 pada penggunaan pupuk tunggal dibandingkan dengan pupuk majemuk NPK Palmo slow release.

PENUTUP

  • Pengelolaan pupuk yang baik termasuk pemilihan jenis pupuk yang efektif merupakan salah satu kunci sukses untuk pencapaian produkstivitas hasil tanaman secara optimal.
  • Rekayasa pupuk majemuk mencakup komposisi nutrisi, bentuk pupuk dan sifat kecepatan pelarutan pupuk akan memaksimalkan efektifitas dan efisiensi pemupukan.
  • Penggunaan pupuk majemuk ini lebih praktis, ketersediaan hara lebih lengkap dan serempak serta biaya aplikasi relatif lebih murah dibanding cara pemupukan konvensional, juga penggunaan pupuk ini sangat cocok mendukung program pemupukan berimbang untuk kebutuhan hara makro dan hara mikro.
  • Saraswanti Utama secara konsisten menformulasi dan memproduksi pupuk majemuk  anorganik untuk kelapa sawit dalam bentuk granuler fast release merk Pupindo  dan dalam bentuk briket slow release merk Palmo.
  • Pemilihan pupuk sesuai kebutuhan diselasarkan dengan tingkat ketersediaan tanaman meliputi pupuk bersifat fast release, berkemampuan penyediaan nutrisi hingga 1-2 bulan dan bersifat slow release berkemampuan menyediakan nutrisi hingga 3-6 bulan.
  • Hasil pengujian pupuk majemuk pada kelapa sawit menunjukan efektifitas dan efisiensi yang lebih baik dibanding pupuk konvensional, mampu meningkatkan hasil tandan segar sekitar 3,2 – 16,8.  Penggunaan pupuk slow release Palmo pada tanah gambut dan tanah pasiran mampu meningkatkan efisiensi pemupukan sekitar 34,8 – 46,1 .

Oleh: Dias Gustomo, Mohamad Mulyadi, Edi Premono (Divisi Pupuk Saraswanti Group)

Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya
Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya

Pengertian Pupuk NPK Pupuk NPK adalah pupuk yang memilik kandungan tiga unsur hara makro, yaitu Nitrogen (N) Fosfor (P) dan Kalium (K). Selain unsur...

Pupuk, Pengertian dan Jenisnya
Pupuk, Pengertian dan Jenisnya

Pengertian Pupuk Pupuk adalah bahan yang memiliki kandungan satu atau lebih unsur hara yang diberikan pada tanaman atau media tanam untuk mendukung...

5 Pupuk NPK Terbaik untuk Tanaman Perkebunan

PT. Saraswanti Anugerah Makmur merupakan produsen pupuk swasta nasional yang sudah berkecimpung lebih dari 20 tahun di dunia pupuk Indonesia. Bekerjasama dengan beberapa Pusat Penelitian Perkebunan, PT. SAM mengembangkan pupuk-pupuk unggulan melalui teknologi formulasi pupuk anorganik, yang bisa memingkatkan efisiensi produksi mencapai 5-30 dibanding cara konvensional . Saat ini, PT SAM mampu memenuhi permintaan pupuk Granul dan Briket dengan kapasitas produksi 650.000 ton/tahun.

Pupuk NPK PALMO
PALMO adalah pupuk lengkap dengan kandungan unsur hara makro dan unsur hara mikro serta diperkaya asam humat dan fulvat, diformulasikan khusus untuk kelapa sawit. Pupuk ini merupakan produk teknologi pemupukan melalui sintesis hasil- hasil penelitian dan uji lapangan PT. Saraswanti Anugerah Makmur. Inovasi PALMO mengatasi sifat-sifat unsur N yang sangat mudah hilang karena menguap sebagai ammonia (volatilisasi), tercuci sebagai nitrat (leaching), dan hilang sebagai gas nitrogen dioksida (denitrifikasi). Rekayasa khusus yang dilakukan, agar laju kehilangan N dapat dihambat, serta laju kelarutan N seimbang terhadap kelarutan unsur pupuk yang lain (P dan K). Komposisi dan formulasi PALMO disusun berdasarkan hasil analisis tanah dan daun yang disesuaikan dengan kebutuhan kelapa sawit. PALMO diperkaya dengan asam humat & fulvat yang dapat memperbaiki struktur tanah, mengaktifkan mikroorganisme (mikroflora & mikrofauna), sehingga rizosfer menjadi sehat dan meningkatkan kapasitas akar menyerap hara.

Pupuk NPK PALMO PT Saraswanti Anugerah Makmur

Pupuk NPK PUKALET
PUKALET diformulasikan melalui pengkajian hasil – hasil penelitian, uji lapang dan pengalaman para ahli tanah yang bertahun-tahun bekerja di bidang nutrisi tanaman karet. PUKALET adalah pupuk lengkap dengan kandungan unsur hara makro dan unsur hara mikro serta diperkaya asam humat & fulvat, diformulasi khusus untuk karet. Pupuk ini merupakan produk teknologi pemupukan hasil kerjasama PT. Saraswanti Anugerah Makmur dengan Pusat Penelitian Karet. PUKALET adalah pupuk majemuk khusus untuk tanaman karet, mengandung unsur hara makro utama Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur (S) dan beberapa unsur hara mikro serta diperkaya asam humat & fulvat dengan komposisi seimbang sesuai kebutuhan bagi pertumbuhan tanaman karet. PUKALET mengandung bahan khusus yang mengatur pelepasan unsur hara secara perlahan – lahan dan terkendali sesuai kebutuhan tanaman untuk periode tertentu, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemberiannya.

Pupuk NPK PUKALET PT Saraswanti Anugerah Makmur

Pupuk NPK KOKA
Dalam upaya mengantisipasi perkembangan teknologi pemupukan yang menuju pada prinsip- prinsip efisien dan efektif, maka PT. Saraswanti Anugerah Makmur telah mengembangkan pupuk yang diformulasi khusus untuk tanaman kopi dan kakao, melalui sintesis hasil- hasil penelitian dan uji lapangan, yang kemudian dikomersialkan dengan nama KOKA setelah melalui percobaan-percobaan yang berlangsung lama.KOKA adalah pupuk majemuk lepas terkendali, dengan kategori intermediate release, yakni mampu menyediakan hara selama 5-6 bulan. KOKA mengandung hara lengkap (baik hara makro maupun hara mikro), slow release agent, dan diperkaya dengan senyawa humik. KOKA memiliki efisiensi lebih tinggi, sehingga dosis yang diaplikasikan lebih rendah apabila dibandingkan dengan pupuk tunggal campur.KOKA berbentuk padatan briket, dengan berat ± 1,2 gram/cm3 sehingga memiliki nilai nisbah luas permukaan terhadap bobot yang rendah. Nilai nisbah yang rendah tersebut, bersama dengan slow release agent yang dikandungnya memberikan efek pelepasan hara secara terkendali, sehingga KOKA mampu menyediakan unsur hara sampai 5-6 bulan.Dengan demikian KOKA secara teknis lebih efektif dalam suplai hara (sesuai kebutuhan tanaman), dan sangat efisien karena mencegah kehilangan hara karena pelindian (leaching) dan penguapan (volatilisasi). Senyawa humik dalam KOKA berperan dalam perbaikan struktur tanah dan aktifitas mikroflora perakaran, sehingga rizosfer menjadi sehat dan memperbesar kapasitas akar menyerap hara.

Pupuk NPK KOKA PT Saraswanti Anugerah Makmur

Pupuk NPK HALEI
HALEI lahir melalui sintesis hasil-hasil penelitian, percobaan, dan pengalaman para ahli ilmu tanah yang berpuluh tahun bekerja di bidang nutrisi tanaman tebu. HALEI merupakan pupuk lengkap khusus untuk tanaman tebu, yang mengandung unsur hara makro, hara mikro dan bahan pelepas lambat (slow release agent). Pupuk ini memiliki pelepasan hara sesuai dengan fase pertumbuhan tebu 6 – 9 bulan. Berbekal pengalaman PT. Saraswanti Anugerah Makmur dalam proses produksi. Pupuk HALEI didesain mendorong peningkatan kadar gula dan produksi kristal, telah teruji di hampir seluruh pabrik gula di Indonesia. Pemilihan bahan baku dilakukan dengan cermat dan tepat. Jenis dan jumlah bahan pelepas lambat telah melewati penelitian ilmiah. Proses mixing dilakukan dengan mesin dan terukur sehingga menjamin homogenitas. Tingkat kekerasan tertentu dan keragaman antar briket dalam proses bricketing juga menjadi persyaratan yang mutlak. Jaminan kualitas dilakukan dengan menjaga proses produksi melalui penggunaan mesin mixing & bricketing yang selalu dikalibrasi.

Pupuk NPK HALEI PT Saraswanti Anugerah Makmur

Pupuk NPK CORNALET
PT. Saraswanti Anugerah Makmur memproduksi pupuk khusus untuk jagung berdasarkan perkembangan terakhir di bidang pupuk dan pemupukan dengan orientasi pada efisiensi dan efektivitas. CORNALET yang berorientasi pada efisiensi dan efektivitas merupakan jawaban atas masalah pemupukan dengan pupuk tunggal konvensional yang bersifat cepat tersedia (fast release) tetapi kehilangan hara sangat besar. CORNALET merupakan pupuk lengkap khusus untuk tanaman tebu, yang mengandung unsur hara makro, hara mikro dan bahan pelepas lambat (slow release agent). Didukung oleh pengalaman PT. Saraswanti Anugerah Makmur dalam proses produksi, yang didampingi oleh tenaga ahli bidang pupuk dan pemupukan, berusaha menghasilkan pupuk unggulan. Mulai proses pemilihan bahan baku dilakukan dengan cermat dan tepat. Jenis dan jumlah bahan pelepas lambat telah melewati penelitian ilmiah. Proses mixing dilakukan dengan mesin dan terukur sehingga menjamin homogenitas. Tingkat kekerasan (compacting degree) tertentu dan keragaman antar briket dalam proses bricketing juga menjadi persyaratan yang mutlak untuk dijaga. Jaminan kualitas dilakukan dengan menjaga proses produksi melalui penggunaan mesin-mesin mixing & bricketing yang selalu dikalibrasi, dan menjaga mutu produk melalui supervisi ketat dari Tim Kendali Mutu. CORNALET termasuk golongan pupuk majemuk lepas terkendali, dengan kategori intermediate release, yaitu ketersedian hara tiga sampai lima bulan. Pengendalian pelepasan unsur hara ke dalam larutan tanah merupakan kunci efisiensi. Efektivitasnya ditentukan oleh formulasi pupuk yang spesifik untuk jagung. Oleh karena itu, efisiensi dan efektivitas CORNALET lebih tinggi daripada pupuk konvensional. Faktor penentu keunggulan CORNALET ditentukan oleh luas permukaan jenis, tingkat kekerasan, serta jenis dan kadar bahan pelepas lambat (control release agent). Faktor-faktor ini menentukan pelepasan hara pupuk sesuai kebutuhan tanaman, sehingga pemanfaatannya oleh tanaman terjadi secara optimal dan kehilangan hara akibat: penguapan, terikut erosi, terikut perkolasi maupun terlindi (leaching), dapat ditekan sampai tingkat sangat kecil.

Pupuk NPK CORNALET PT Saraswanti Anugerah Makmur

Pupuk NPK Saraswanti

Dalam merakit pupuk NPK yang berkualitas, maka  R&D  PT. Saraswanti Anugerah Makmur bersama tim ahli, melakukan telaah, diskusi, riset bahan baku, trial produksi berulang-ulang, serta melakukan rangkaian penelitian seperti uji tanah, percobaan  tanaman, baik dalam skala rumah kaca maupun skala luas.

Sejak tahun 1999, PT. SAM berkerjasama dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula di  Pasuruan, Pusat Penelitian Karet Indonesia di Medan, Pusat Penelitian Kopi & Kakao di Jember, dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan, karena di lembaga riset tersebutlah tersimpan  kekayaan intelektual dan jutaan database sifat-sifat nutrisi tanaman perkebunan, yang bisa dimanfaatkan dalam meramu pupuk NPK berkualitas tinggi.

Pengawalan R&D PT. SAM dilakukan sejak pengambilan contoh tanah, daun dan analisis di lab internal, selanjutnya dilakukan pengumpulan informasi serta diskusi dengan calon konsumen. Dengan demikian akan dapat menenetukan formulasi pupuk yang paling tepat untuk perkebunan milik konsumen.

Proses produksi di PT. Saraswanti Anugerah Makmur dimulai dengan pemilihan bahan baku yang berkualitas, sebagian besar berasal dari impor. Proses pencampurannya dilakukan secara cermat dan dengan urutan yang benar, menggunakan instrument dengan teknologi terbaru.

SAM menghasilkan beberapa produk komersial pupuk briket NPK, yang telah dibuktikan mampu mendukung produksi tinggi. Produk tersebut memiliki legalitas lengkap: seperti Sertifikat Merk dari Kemenhukam, Ijin Edar dari Kementan, dan SNI dari Kemenperin. Kini produk tersebut telah beredar di pasar dengan nama dagang halei untuk tebu, pukalet untuk karet, koka untuk kopi dan kako, serta palmo untuk sawit, dan telah pula diaplikasikan besar-besaran di perkebunan sawit.

Dengan semua urutan yang terukur secara baik  dan kontrol mutu yang dilakukan labaratorium internal yang terakreditasi maka produk pupuk NPK yang dihasilkan akan dijamin homogen serta sesuai dengan formulasi yang direncanakan.

Kini, PT. Saraswanti Anugerah Makmur melayani lebih dari 500 konsumen baik untuk kebutuhan pupuk NPK Briket maupun NPK Granul. Sebagian besar adalah korporasi perkebunan sawit, dan sebagian kecil saja yang digunakan untuk komoditas non-sawit.

Mempertimbangkan kebutuhan pasar yang semakin besar, serta sebaran wilayah yang semakin luas, maka selain di Jawa Timur, PT. SAM juga meningkatkan kapasitas dan membangun unit produksi baru di sentra-sentra perkebunan sawit di luar jawa, yaitu di Sumatra Utara dan Kalimantan tengah. Saat jalur distribusi pupuk diperpendek maka kebutuhan konsumen di wilayah tersebut bisa dilayani lebih cepat, tepat waktu dan baik.

Dengan manajemen yang professional, PT. Saraswanti Anugerah Makmur mampu melayani kebutuhan konsumen yang bervariasi dalam hal mutu, spesifikasi, dan sebaran wilayahnya. Sehingga dari tahun ke tahun PT. SAM mengalami peningkatan penjualan yang cukup signifikan.

Pada saat ini PT. SAM mampu melakukan penjualan sekitar 400 ribu ton per tahun. Namun total penjualan tersebut baru sekitar 5 persen dari total kebutuhan pupuk setara NPK di perkebunan sawit secara nasional.

Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun dalam bisnis pupuk, PT. Saraswanti Anugerah Makmur terus berusaha meningkatkan kualitas produk serta pelayanannya, agar bisa memberikan yang terbaik dalam pengembangan sektor pertanian di Indonesia.

 

 

Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya
Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya

Pengertian Pupuk NPK Pupuk NPK adalah pupuk yang memilik kandungan tiga unsur hara makro, yaitu Nitrogen (N) Fosfor (P) dan Kalium (K). Selain unsur...

Pupuk, Pengertian dan Jenisnya
Pupuk, Pengertian dan Jenisnya

Pengertian Pupuk Pupuk adalah bahan yang memiliki kandungan satu atau lebih unsur hara yang diberikan pada tanaman atau media tanam untuk mendukung...

Manfaat Pupuk NPK Briket Saraswanti

PENGERTIAN PUPUK NPK BRIKET

Sebagaimana layaknya makhluk hidup, tanaman membutuhkan perawatan yang memadai untuk dapat mencapai produktivitas yang diinginkan. Nutrisi atau unsur hara (baca: pupuk) adalah salah satu kebutuhan tanaman yang tidak dapat ditawar-tawar penggunaannya. Sementara itu, pupuk adalah salah satu input produksi yang tergolong besar biayanya, dan seringkali bermasalah dalam pengadaannya karena faktor harga dan kelangkaan di pasar. Dengan demikian pemilihan jenis pupuk yang benar-benar jitu, yakni yang memenuhi aspek efisien dan efektif, menjadi sangat vital dalam menyumbang usaha perkebunan yang berhasil.

KEBUTUHAN UNSUR HARA BAGI TANAMAN
Secara alamiah, bumi dan atmosfer di atasnya adalah sumber hara yang tidak terbatas bagi kehidupan tanaman. Namun ketersediaannya tidak seirama dengan kebutuhan tanaman, sehingga diperlukan campur tangan manusia melalui biosphere management, di antaranya pengaturan komoditas, klon, masa tanam, lokasi, pemupukan, irigasi, dll, agar tujuan produksi tinggi dan efisien dapat tercapai.

Tanaman membutuhkan 13 macam unsur hara esensial makro (N, P, K, S, Mg, Ca), unsur hara mikro (Cl, Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo) dan kurang lebih 5 unsur hara non-esensial / fungsional (Na, Co, V, Si, Ni). Ke 13 unsur hara essensial wajib diperlukan tanaman untuk metabolisme yang sempurna, sementara itu 5 unsur hara non essensial, dalam beberapa hal mampu berfungsi atau menggantikan sementara peran beberapa unsur hara essensial.

Kekurangan hanya salah satu hara essensial akan menyebabkan keterbatasan produktivitas. Dalam aspek hara, produktivitas tanaman dibatasi oleh hara yang paling minimal, sebagaimana diilustrasikan, bahwa permukaan air yang ada dalam bejana ditentukan oleh dinding yang paling rendah.

PEMUPUKAN IDEAL UNTUK TANAMAN
Pemupukan yang ideal adalah pemupukan yang mampu menciptakan tanaman sehat, mampu menyerap semua unsur yang dibutuhkan (13-18 macam). Selama ini hanya 3-4 macam hara saja yang biasa diberikan dalam bentuk pupuk (misal : N, P, K, Mg), sisanya diserahkan penuh kepada alam untuk menyediakannya.

Dalam jangka panjang, pemupukan yang kurang memadai, akan direspon tanaman dalam bentuk pelambatan reaksi-reaksi fisiologis, yang sangat mungkin menimbulkan gejala : lambat tumbuh, lambat pulih, daun pucat dan kusam, batang kecil dan pendek, peka penyakit, dan produktivitas menurun.

Pemupukan yang ideal merupakan fungsi dari beberapa faktor, yaitu : faktor tanah (t), faktor pupuk (p), faktor tanaman (c), dan faktor teknik aplikasi (a), yang digambarkan dalam fungsi sebagai berikut :

PI = F (t) x F (i) x F (c) x F (p) x F (a)
PI = pemupukan Ideal
F (t)  = faktor tanah (tekstur, solum, CEC, pH, level hara)
F (i) = faktor iklim (kadar air, hujan, dll)
F (c) = faktor crop/tanaman (komoditas, klon, umur, hara jaringan)
F (p) =  faktor pupuk (jenis hara, jumlah hara, komposisi)
F (a) = faktor aplikasi (waktu, teknik)

Artinya bahwa keberhasilan pemupukan akan dapat dicapai jika tindakannya dilaksanakan dengan memperhitungkan sifat-sifat tanah, iklim, sifat tanaman (komoditas, klon, umur, hara daun), sifat pupuk (jenis, jumlah dan komposisinya), dan cara aplikasi yang tepat.

BRIQUETING & SLOW RELEASE ACTIONS
Tidak semua campuran pupuk dapat di briket dengan sempurna. Diperlukan bahan / material khusus, dan langkah-langkah proses yang hati-hati agar briqueting dapat berhasil dengan baik.

Terdapat dua mekanisme utama pelepasan hara  yang dapat menciptakan pelarutan hara secara terkendali, yaitu : 1) secara fisik, dan 2) secara kimiawi. Secara fisik bentuk briket 1.2 g per butir menyebabkan nisbah luas permukaan butir terhadap bobot butir    menjadi sangat rendah.

Jika dibandingkan dengan bentuk granuler, nisbah luas permukaan terhadap bobot pada butir briket (1.2 g) bisa mencapai 80 -100 kali lebih rendah. Itulah yang menyebabkan pada tanah lembab, butir granuler akan jauh lebih cepat larut dibandingkan briket 1.2 g.

Secara kimia, pengkayaan butir briket dengan slow release agent (SRA) mampu mengatur pelepasan hara pupuk. Nitrogen cenderung dipertahankan dalam bentuk ammonium, karena SRA berfungsi pula sebagai nitrification inhibitor. Unsur pupuk yang memiliki muatan listrik positif (kation), seperti kalium, kalsium, magnesium, dan beberapa unsur mikro, mobilitasnya terkendali oleh jerapan aktif SRA. Dengan demikian kehilangan melalui proses pencucian dapat diminimalkan.

Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya
Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya

Pengertian Pupuk NPK Pupuk NPK adalah pupuk yang memilik kandungan tiga unsur hara makro, yaitu Nitrogen (N) Fosfor (P) dan Kalium (K). Selain unsur...

Pupuk, Pengertian dan Jenisnya
Pupuk, Pengertian dan Jenisnya

Pengertian Pupuk Pupuk adalah bahan yang memiliki kandungan satu atau lebih unsur hara yang diberikan pada tanaman atau media tanam untuk mendukung...

Peningkatan Efektivitas Pupuk di Lahan Marginal Kelapa Sawit

RINGKASAN

Lahan marginal di Indonesia sekitar 39,4 juta hektar yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Prospek lahan marginal ini cukup besar untuk pengembangan sawit di Indonesia. Terdiri atas lahan gambut, pasang surut, bergelombang dan pasiran. Lahan marginal gambut dapat ditingkatkan efektivitas pemupukanya diantara dengan penggunaan amelioran yang dapat menaikkan tingkat keasaman tanah sampai dengan pH 5,  pemupukan dengan hara makro dan mikro, penggunaan pupuk yang lepas lambat dan pemupukan unsur mikro terutama yang mengandung Zeng Sulfat sangat diperlukan. Efektivitas pemupukan di lahan marginal pasang surut ditingkatkan dengan penambahan sulfat pada saat pembasahan akan menekan pencucian N, upaya menjaga tanah dalam kondisi kecukupan lengas, menekan reaktifitas pupuk terhadap tingkat kelarutannya dapat diatasi dengan penggunaan pupuk model granul. Upaya peningkatan kesuburan tanah pada lahan marginal bergelombang  antara dengan penggunaan pupuk slow release, konservasi tanah untuk mencegah terjadinya kerusakan lahan dan  penggunaan tanaman penutup tanah pada permukaan lahan yang kosong.Peningkatan efektivitas pupuk di lahan pasiran dilakukan dengan beberapa hal antara lain adalah penambahan bahan organik, penggunaan lepas lambat, pencucian Ca yang cukup intensif perlu diperhatikanFormulasi pupuk akan memaksimalkan efektifitas dan efisiensi pemupukan yang mampu meningkatkan keuntungan budidaya sawit di lahan marginal melalui (1) rekayasa komposisi kandungan hara sesuai kebutuhan kebutuhan tanaman, (2) mekanisme pelepasan unsur hara sesuai kebutuhan dan karakteristik kimia tanah, (3) Nutrisi yang mampu mendorong peran metabolisme tanaman menjadi lebih baikdan (4) hara asal pupuk tidak mudah hilang karena tercucikan, volatilisasi dan terjerap, sehingga produktivitas lahan terjaga kelestariaanya dan menekan pengaruh negatif terhadap kerusakan lahan. Penggunakan pupuk dengan merk dagang “NPK PALMO” mampu meningkatkan produktivitas sawit di lahan marginal. Peningkatan yang terjadi setelah aplikasi pupuk Palmo berkisar antara 7 – 50 dibandingkan dengan penggunaan pupuk tunggal.

Kata kunci: efektivitas, lahan marginal, slow release

 

 

 PENDAHULUAN

Kelapa sawit (Elaeis quinensis jacq) termasuk dalam jenis tanaman palma yang menghasilkan minyak untuk dimanfaatkan secara komersial. Minyak sawit selain digunakan di industri makanan, juga digunakan sebagai bahan baku sabun, lilin, pembuatan lembaran-lembaran timah serta indutri kosmetik (Anonim, 2011). Kelapa sawit (oil palm) adalah salah satu tanaman produktif daerah tropis yang amat penting di Indonesia.

Di Indonesia lahan marginal terdiri atas lahan basah maupun lahan kering. Lahan basah berupa lahan gambut, lahan sulfat masam dan rawa pasang surut seluas 24 juta hektar, sementara lahan kering berupa tanah Ultisol 47,5 juta hektar dan oxisol 18 juta hektar (Suprapto, 2002). Penyebaran tanah marginal terluas terdapat di Kalimantan Timur (12,96 juta hektar), Kalimantan Tengah (7,74 juta hektar), dan Kalimantan Barat (7,31 juta hektar), dan terkecil di Kalimantan Selatan yaitu 2,13 juta hektar (Puslittanak 2000 dalam Suharta 2010). Menurut data dari Dinas Kimpraswil, terdapat sekitar 39,4 juta ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas lahan rawa pasang surut di pulau Sumatera, berkisar 13,2 juta hektar, 6 juta hektar diantaranya berpotensi untuk pengembangan sektor pertanian/perkebunan (Subagyono, et.al 1994 dalam Subagyono & Susanti, 1998). Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas untuk tujuan tertentu (Ezekiel, 2005). Potensi yang sangat rendah pada lahan marginal ini disebabkan oleh sifat tanah, fisiografi, atau kombinasi dari keduanya yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Prospek lahan marginal ini cukup besar untuk pengembangan sawit di Indonesia. Lahan-lahan tersebut kondisi kesuburannya rendah, sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki produktivitasnya. Inovasi yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan kesuburan tanah. Peningkatan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan cara pemupukan. Efektivitas pupuk menjadi salah satu kunci penting dalam upaya peningkatan kesuburan tanah di lahan marginal. Pengelolaan pupuk yang benar dan sesuai dengan kondisi pada lahan marginal mampu secara signifikan meningkatkan produktivitas sawit di lahan marginal. Salah satu upaya tersebut adalah penggunaan pupuk dengan sifat slow release. 

 

LAHAN MARGINAL UNTUK SAWIT

Sawit mempunyai persyaratan khusus untuk dapat tumbuh dengan baik. Syarat-syarat tersebut meliputi kondisi iklim, fisiografi dan kondisi tanah. Kondisi iklim yang cocok untuk sawit menghendaki curah hujan terbagi merata sepanjang tahun tanpa musim kemarau yang menyolok (Ginting,1975). Curah hujan kurang dari 1.250 mm/tahun atau lebih dari 4.000 mm/tahun tidak sesuai untuk sawit. Temperatur rerata harian untuk pertumbuhan optimal sawit adalah 25 – 28 oC. (Djaenudin, 2000).

Secara fisiografi sawit menghendaki kondisi drainase yang baik sampai dengan sedang. Ketika drainase terhambat, maka pertumbuhan sawit akan tertanggu. Kondisi ini merupakan syarat terendah untuk sawit sehingga lahan dengan drainase terhambat dapat dikategorikan sebagai marginal. Lahan-lahan tersebut dapat berupa lahan gambut, pasang surut, maupun kombinasi keduanya. Selain drainase, lereng merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan sawit. Potensi kerusakan lahan ketika berbudidaya sawit pada lereng >30 sangat tinggi. Sehingga lahan dengan lereng >30} dapat dikategorikan sebagai lahan marginal.

Tanah sebagai media tumbuh akan memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan sawit. Tanah dengan kandungan hara yang rendah tidak dapat menopang kebutuhan makanan yang diperlukan untuk sawit. Batasan tersebut dapat dikriteriakan sebagai lahan marginal. Tanah dengan daya dukung kesuburan rendah secara umum banyak dijumpai pada lahan gambut maupun berpasir.

Analisis kesesuaian lahan merupakan salah satu metode dalam upaya penentuan lokasi yang terbaik untuk budidaya yang diinginkan termasuk sawit. Kelas kesesuaian dibagi menjadi 4, yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (sesuai marginal) dan N (tidak sesuai). Penentuan tersebut didasarkan pada faktor penghambat paling berat yang dapat berpotensi terhadap dapat menggangu kegiatan budidaya yang akan dilakukan. Lahan dengan kriteria S1 dan S2 mampu memberikan kondisi lingkungan yang paling sesuai untuk pertumbuhan sawit. Batas bawah dalam kelas kesesuaian lahan tersebut (S3 dan N) dapat dikategorikan sebagai lahan marginal untuk sawit. Menurut  Djaenudin (2000), kelas kesuaian lahan untuk sawit disajikan dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Kelas kesesuaian lahan untuk sawit menurut kriteria

Lahan Gambut

  1. Karakter tanah gambut. Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk akibat akumulasi bahan organik yang mengalami proses degradasi sangat lambat. Karakteristik dari masing-masing gambut sangat beragam. Jenis tanaman, bahan induk, iklim, kondisi hidrologi, topografi dan masih banyak hal yang mempengaruhi dari karakter masing-masing jenis gambut. Di Indonesia, gambut banyak terbentuk di daerah-daerah tergenang atau dapat disebut sebagai rawa. Lahan rawa gambut di Indonesia sekitar 17,2 juta ha dan terluas setelah Kanada seluas 170 juta ha, Uni Soviet seluas 150 juta ha, dan Amerika Serikat seluas 40 juta ha (Euroconsult, 1984). Namun demikian, dari berbagai laporan, Indonesia sesungguhnya merupakan negara dengan kawasan gambut tropika terluas di dunia, yaitu antara 13,5-26,5 juta hektar (rata-rata 20 juta hektar). Jika luas gambut Indonesia adalah 20 juta hektar, maka sekitar 50 gambut tropika dunia yang luasnya sekitar 40 juta hektar berada di Indonesia. Lahan gambut tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal budidaya. Dari 18,3 juta hektar lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta hektar yang layak untuk kegiatan budidaya termasuk sawit. Potensi lahan gambut yang demikian besar mendorong perluasan pemanfaatan lahan untuk budidaya dibeberapa provinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Antara tahun 1982 sampai 2007 telah dikonversi seluas 1,83 juta hektar atau 57 dari luas total hutan gambut seluas 3,2 juta hektar di Provinsi Riau. Laju konversi lahan gambut cenderung meningkat dengan cepat, sedangkan untuk lahan non gambut peningkatannya relatif lebih lambat (WWF, 2008). Gambut adalah mempunyai material seperti spon dengan ciri koloid yang dapat menahan sejumlah besar air (Driessen and Rohimah, 1976). Jika mengalami kekeringan hingga air terjerap hilang, perubahan tidak balik terjadi pada struktur koloidal sehingga gambut kehilangan sebagian besar daya retensi air (Driessen and Rohimah, 1976). Gambut kering menjadi hidrofobik dan sulit untuk dibasahi kembali. Kehilangan air dan juga perubahan struktur koloid menyebabkan pengerutan tidak balik gambut. Gambut menjadi granuler dengan kondisi fisik yang tidak mendukung produktivitas pertanian dan kepekaan yang tinggi terhadap erosi. Gambut tropika dicirikan dengan kandungan hara yang rendah serta kemasaman yang tinggi. pH dari gambut ombrogen dari Sungai Sebangau, Kalimantan Tengah rata-rata 3,56, pH dari gambut bawah yang dekat dengan bahan mineral bisa lebih tinggi dua unit (Neuzil et al., 1997; Rieley et al., 1997). Sesudah didrainase, pH gambut umumnya sangat rendah (pH 2-3). Potensi peningkatan pH tanah gambut yang tinggi biasanya pada tanah organik yang telah diolah dengan pemberian pupuk dan penambahan kapur (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002).  pH tanah gambut berhubungan dengan kehadiran komponen organik, H dan Al dapat ditukar, besi sulfat dan komponen sulfur teroksidasi. Berbeda dengan tanah mineral, kehadiran asam-asam organik sangat menentukan kemasaman dan kehadiran Al dapat ditukar kurang penting.  Kisaran kemasaman bahan organik sangat lebar. Daya hantar listrik gambut tropika umumnya kurang dari 100 µS cm-1, kecuali gambut pantai yang bisa mencapai 470 µS cm-1. Sebagian besar gambut tropika dataran rendah dalam mengandung kurang dari 5  bahan anorganik, kandungan total senyawa kimia gambut ombrogen lebih rendah dibandingkan gambut topogen dan tanah mineral. Kekahatan hara banyak terjadi pada gambut dalam dibandingkan gambut dangkal (Anderson, 1983 cit. Rieley et al., 1996). Kapasitas pertukaran kation tanah mineral dan gambut tergantung pada jumlah muatan negatif pada tapak jerapan. Tapak jerapan dan pertukaran ion berasosiasi dengan koloid hidrofilik gambut yang dinamakan asam humat dan hemiselulosa (Volarovich and Churaev 1968 cit Rieley et al., 1996). Yang utama adalah gugus karboksil. Fraksi organik gambut tropika mengandung sejumlah besar hemiselulosa, sellulose, lignin, bahan humat, dan sejumlah kecil protein, waxes, tannins dan resin. Kapasitas pertukaran kation gambut sangat ditentukan oleh  fraksi lignin yang relatif stabil dan bahan humat, termasuk asam fulvat dan asam humat, yang membentuk kompleks yang stabil dengan ion logam (Rieley et al., 1996). Gambut pada kondisi perawan umumnya mempunyai kandungan P sangat rendah. Sebagian besar berada dalam bentuk organik dan harus mengalami mineralisasi dulu sebelum tersedia bagi tanaman. Kandungan P total gambut oligotropik dari Sarawak berkisar antara 400-1.000 ppm (0.004-0.01 persen). Gambut yang mirip dari Malaysia sebagaimana dilaporkan Kanapathy (1975) mempunyai kisaran 0.002-0.006 persen sedangkan gambut Indonesia rata-rata kandungan P totalnya sekitar 0.006 persen.
  2. Permasalahan lahan Gambut. Tanah gambut bereaksi masam, dengan demikian diperlukan upaya ameliorasi untuk meningkatkan pH sehingga memperbaiki media perakaran tanaman. Kapur, tanah mineral, pupuk kandang dan abu sisa pembakaran dapat diberikan sebagai bahan amelioran untuk meningkatkan pH dan basa-basa tanah (Subiksa et al, 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999). Tidak seperti tanah mineral, pH tanah gambut cukup ditingkatkan sampai pH 5 saja karena gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH sampai tidak lebih dari 5 dapat memperlambat laju dekomposisi gambut. Pengaruh buruk asam-asam organik beracun juga dapat dikurangi dengan menambahkan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen seperti terak baja, tanah mineral laterit atau lumpur sungai (Salampak, 1999; Sabiham et al, 1997). Pemberian tanah mineral berkadar besi tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Mario, 2002; Salampak, 1999; Suastika, 2004; Subiksa et al., 1997). Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Sri Nuryani (2007) bahwa pengembangan pertanian di lahan gambut menghadapi kendala antara lain tingginya asam-asam organik. Pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dikurangi dengan teknologi pengelolaan air dan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kahat unsur hara untuk memberikan hasil yang optimal pada sistem usahatani dapat dilakukan dengan tindakan ameliorasi dan pemupukan. Namun yang perlu diperhatikan bahwa bahwa ameliorasi untuk memperbaiki kesuburan tanah gambut juga dapat memacu emisi, karena ameliorasi akan menurunkan rasio C/N dan akan memacu dekomposisi gambut. Dengan demikian pemanfaatan lahan gambut harus berdasarkan pada pertimbangan yang rasional antara keuntungan ekonomi yang didapat dengan kerugian lingkungan yang akan diderita (Widyati, 2011). Pemupukan sangat dibutuhkan karena kandungan hara gambut sangat rendah. Jenis pupuk yang diperlukan adalah yang mengandung N, P, K, Ca dan Mg. Walaupun KPK gambut tinggi, namun daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga pemupukan harus dilakukan beberapa kali dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat seperti lebih baik dibandingkan pupuk NPK pada umumnya, karena akan lebih efisien dan dapat meningkatkan pH tanah (Subiksa et al., 1991). Penambahan kation polivalen seperti Fe dan Al akan menciptakan tapak jerapan bagi ion fosfat sehingga bisa mengurangi kehilangan hara P melalui pencucian (Rachim, 1995). Peningkatan kandungan P tanaman semakin besar bila pemberian fosfat alam berkadar Fe tinggi diikuti dengan pemberian amelioran Fe3+. Semakin tinggi kandungan fosfat alam dan kadar Fe dalam air tanah semakin besar kontribusinya dalam menekan kehilangan karbon, rata-rata kehilangan karbon dari tanah gambut pertahun dapat ditekan sebesar: 64  (1,7 Mg C ha-1.tahun-1) pada kondisi tergenang 5 cm, diikuti dengan kondisi dua kali kapasitas lapang sebesar 58  (1,3 Mg C ha-1.tahun-1) dan kondisi kapasitas lapang sebesar 41 (1,0 Mg C ha-1tahun-1), bila pemberian fosfat alam berkadar Fe tinggi diikuti dengan pemberian amelioran Fe3+. Untuk menekan kehilangan karbon dan mempertahankan stabilitas tanah gambut disarankan menggunakan bahan berkadar Fe tinggi sebagai amelioran dan fosfat alam berkadar Fe tinggi pada kondisi tergenang (Nelvia, 2009). Tanah gambut juga kahat unsur mikro karena dikhelat (diikat) oleh bahan organik (Rachim, 1995). Oleh karenanya diperlukan pemupukan unsur mikro seperti terusi, magnesium sulfat dan seng sulfat masing-masing 15 kg.ha-1.tahun-1, mangan sulfat 7 kilogram per hektar per tahun, sodium molibdat dan borax masing-masing 0,5 kilogram per hektar per tahun.
  3. Solusi peningkatan efisiensi pemupukan di lahan gambut. Upaya dalam peningkatan efektivitas pemupukan dil ahan gambut adalah dengan penggunaan amelioran yang bertujuan menaikkan tingkat keasaman tanah sampai dengan pH 5. Kisaran ini sudah cukup aman karena gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Unsur hara Al banyak terdapat di komplek pertukaran pada tanah mineral. Bahan amelioran yang disarankan sebaiknya mempunyai kadar Fe dan P alam yang tinggi terutama pada kondisi tergenang. Kandungan hara gambut yang sangat rendah perlu ditingkatkan dengan pemupukan N, P, K, Ca dan Mg. Daya pegang yang rendah terhadap kation pada tanah gambut perlu diantisipasi dengan penggunaan pupuk yang lepas lambat. Unsur mikro tidak dapat tersedia untuk tanaman sehingga pemupukan unsur mikro terutama yang mengandung Zeng Sulfat sangat diperlukan. Penambahan unsur mikro dalam pemupukan dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara untuk tanaman.

 

Lahan Pasang Surut

  1. Karakter lahan pasang surut. Lahan pasang surut adalah lahan yang mengalami proses penggenangan dan pengeringan dengan periode tertentu. Sumber pengenangan dapat berasal dari air hujan maupun limpasan sungai dan pantai. Hal ini menyebabkan karakter dari lahan pasang surut cukup beragam tergantung dengan kondisi lingkungan. Proses pembasahan dan pengeringan ini membawa dampak pada karakter tanah yang terbentuk. Karakter tanah yang jenuh air atau tergenang dangkal, sepanjang tahun atau dalam waktu yang lama, beberapa bulan, dalam setahun membentuk tanah yang dominan dengan horison tanah tereduksi berwarna kelabu-kebiruan, disebut proses gleisasi. Klasifikasi taksonomi tanah, tanah rawa termasuk tanah basah, atau “wetsoils”, yang dicirikan oleh kondisi aquik, yakni saat ini mengalami penjenuhan air dan reduksi secara terus-menerus atau periodik. Topografi lahan rawa pasang biasanya berupa dataran luas dengan bentuk hamparan, dengan ketinggian tempat dari permukaan laut relatif kecil, yaitu sekitar 0-0,5 m diatas permukaan laut di pinggir laut sampai sekitar 5 meter di atas permukaan laut di wilayah lebih kepedalaman. Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. Pirit adalah mineral berkristal oktahedral, termasuk sistem kubus, dari senyawa besi-sulfida (FeS2) yang terbentuk di dalam endapan marin kaya bahan organik, dalam lingkungan airlaut/payau yang mengandung senyawa sulfat (SO4) larut. Dengan menggunakan teknik SEM (Scanning Electron Microscope) diketahui bahwa partikel-partikel pirit berada dalam bentuk kristal, yang individu-individu kristal tunggalnya sangat halus, terbanyak berukuran <1 mikron (1mikron=0,001 mm), dan sebagian kecil 2-9 mikron. Bentuk kristal tunggal dari kubus bervariasi, dan bentuk (kristal) oktahedral adalah yang paling dominan, diikuti bentuk piritohedral, yang semuanya termasuk sistem (kristalografi) kubus, atau isometrik. Pirit mengandung 46,55  Fe (berdasarkan berat), dan 53,45  S. Pada lahan dengan proses pembasahan dan pengeringan secara periodik, karakter tanah yang terbentuk dicirikan dengan adanya akumulasi lempung pada batas dimana muka air tanah konstan. Kondisi ini berdampak pada  kontribusi berbagai proses pelepasan hara atau transformasi untuk mengubah ketersediaan unsur hara. Pengeringan tanah menstimulasi mineralisasi N (3 kali lebih tinggi) dan mengurangi denitrifikasi (5 kali lebih rendah) dibandingkan dengan tanah basah secara terus menerus. Pada kondisi basah, denitrifikasi meningkat menjadi 20 mg N m-2 d-1, yang jauh lebih tinggi daripada denitrifikasi dibandingkan dengan kondisi pada umumnya. Pengeringan tanah juga merangsang pelepasan N dan K tersedia, namun pelepasan P tidak terpengaruh. Sebaliknya, P yang dapat diekstraksi meningkat pada pembasahan tanah Venterink dkk (2002).
  2. Permasalahan lahan pasang surut. Ketersediaan Fosfor untuk tanaman pada lahan basah adalah sebagian besar dikendalikan oleh kesetimbangan kimia di dalam tanah (Richardson dan Marshall, 1986). Terutama dikisaran pH 4-6, pembasahan tanah menurunkan ketersediaan Fosfor membentuk Fe-P (Patrickdan Khalid, 1974; Richardson, 1985). Penelitian lain, menunjukkan bahwa imobilisasi mikroba dapat mengontrol ketersediaan P untuk tanaman (Chapin et al., 1978;Walbridge, 1991). Pelepasan Kalium di tanah terutama dikendalikan oleh adsorpsi fisik pada partikel tanah liat (Mengel, 1982; Scheffer dan Schachtschabel, 1989). Karena adsorpsi K meningkat dengan drainase tanah (Scheffer dan Schachtschabel, 1989), ketersediaan K untuk tanaman cenderung menurun setelah drainase. Membasahi kembali daerah yang sebelumnya dikeringkan telah dipraktikkan dalam pemulihan lahan basah (Pfadenhauer dan Grootjans, 1999). Tujuan pembasahan ulang adalah untuk mengurangi aerasi tanah dan menurunkan mineralisasi N dan karenanya menurunkan ketersediaan N untuk tanaman lahan basah. Penambahan sulfat pada percobaan Venterink dkk (2002) cenderung menurunkan denitrifikasi N sehingga dapat mencegah terjadinya kehilangan akibat pencucian. Aplikasi ini dilakukan bersamaan dengan pembasahan pada lahan yang semula kering.
  3. Solusi Lahan Pasang Surut. Penambahan sulfat pada saat pembasahan dapat menekan pencucian terhadap pupuk N. Unsur hara S sebaiknya ditambahkan secara bersamaan dengan N ketika melakukan pemupukan. Upaya terhadap rekayasa hidrologi untuk tetap menjaga tanah dalam kondisi kecukupan lengas akan sangat menekan adanya pencucian serta kehilangan hara akibat dari pengaruh pembasahan dan pengeringan yang terjadi berulang-ulang. Upaya dalam menekan reaktifitas pupuk terhadap tingkat kelarutannya dapat diatasi dengan penggunaan pupuk model granul. Pupuk ini secara fisik mempunyai luas permukaan yang lebih rendah dibandingkan skala berat. Hal ini dapat membantu dalam upaya pengingkatan efektivitas pupuk.

 

Lahan Bergelombang (Undulating)

  1. Karakter lahan bergelombang. Lahan bergelombang mempunyai potensi yang tinggi terjadi kerusakan lahan, kerusakan ini dapat diakibatkan faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh dominan adalah tanah. Tanah dengan tekstur pasiran mempunyai derajat agregasi zarah-zarah debu dan lempung rendah serta kemantapan agregatnya lemah, hal ini menambah kerentanan tanah terhadap erosi di lahan berlereng. Pada saat terjadi hujan, runoff akan lebih dominan dibandingkan infiltrasi. Hal ini menyebabkan erosi permukaan tanah yang relatif subur karena menandung banyak humus.
  2. Permasalahan Lahan Bergelombang. Tingkat erosi akibat kejadian pada lahan bergelombang lebih tinggi dibandingkan dengan pada lahan yang datar. Pada kejadian hujan dengan intensitas 2.500 mm per tahun penggunaan lahan sawit umur 4 tahun pada jenis tanah Inceptisol, terdapat endapan erosi setara dengan 22 – 48 ton dalam satu hektar luas lahan (Abimanyu, 1999). Apabila dalam setiap gram tanah terdapat kandungan N senilai 0.08  maka dalam satu tahun kurang lebih terdapat 1,76 – 3,84 ton hilang akibat kejadian erosi. Penurunan tingkat kesuburan tanah akan sejalan dengan terjadinya kejadian erosi. Leaching akan membawa unsur hara mengikuti pergerakan air menuju daerah delta. Seperti dilansir dalam Wargersoun (2001) yang melakukan penelitian di daerah Miri Serawak dengan membandingkan produktivitas sawit didaerah undulating dan delta (pada satu sistem kawasan tangkapan hujan) selama 3 tahun menyimpulkan bahwa produktivitas sawit delta lebih tinggi dengan rerata 17 – 28 dibandingkan daerah undulating. Pada permukaan tanah yang dangkal, kejadian erosi akan membawa dampak yang lebih parah lagi. Erosi yang terjadi secara intensif akan menyebabkan tanah hilang dan menyisakan batuan induk yang tidak dapat lagi digunakan sebagai areal budidaya.
  3. Solusi lahan bergelombang. Penggunaan pupuk lepas terkendali akan membantu proses pelepasan hara secara simultan, hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat leacing yang akan terjadi pada saat kejadian hujan. Dengan penyediaan unsur hara secara lepas lambat maka kesempatan untuk digunakan oleh tanaman menjadi semakin tinggi. Konservasi terhadap tanah sangat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan lahan. Pemilihan lahan untuk budidaya yang akan dilakukan sebaiknya juga memperhatikan kaidah lingkungan yang bertujuan terhadap budidaya secara lestari. Akan menjadi sangat fatal apabila penangan terhadap kerusakan lahan terlambat dilakukan. Butuh biaya yang sangat tinggi untuk mengembalikan lahan yang telah rusak, dan tentunya tidak sesuai dengan aspek ekonomi dari kegiatan budidaya yang akan dilakukan. Tanaman penutup tanah sangat diperlukan pada saat pembukaan lahan sampai dengan tajuk tanaman mampu menutupi sebagian besar permukaan lahan. Energi kinetik dari butiran hujan akan terpecah pada saat pertama kali menyentuh tanaman penutup sehingga mengurangi tingkat erosivitasnya.

 

Lahan dengan Tekstur Pasiran (Psament)

  1. Karakter lahan pasiran. Karakter lahan pasiran antara lain adalah struktur kersai (belum berstruktur), konsistensi sangat gembur, daya ikat air sangat rendah, permeabilitas sangat cepat, infiltrasi sangat cepat, kemantapan agregat sangat rendah dan suhu tanah relatif tinggi pada permukaan terbuka. Secara kimia tanah pasiran mempunyai kesuburan tanah yang rendah, kapasitas pertukaran kation rendah dan salinitas relatif tinggi.
  2. Permasalahan di lahan pasiran. Permasalahan yang sering dijumpai di tanah pasiran diantaranya adalah kemampuan menahan air yang rendah serta kesuburan aktual tanah yang rendah. Kandungan pori makro yang tinggi pada tanah pasiran menyebabkan air tidak dapat ditahan dalam waktu lama dan langsung turun secara gravitasi. Kesuburan aktual rendah di tanah pasiran salah satunya disebabkan kerana kemampuan tanah mengikat unsur hara sangat rendah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mauteveira dkk (2002) di Brasil menyatakan jumlah pencucian yang terjadi pada tanah pasiran dengan curah hujan 2015 mm pertahun cukup tinggi dengan N sebesar 45 kg per hektar, K sebesar 13 kilogram per hektar, Ca sebesar 320 kg per hektar dan Mg sebesar 80 kg perhektar. Hal serupa yang dilakukan oleh Shepherd (2008) melakukan simulasi dengan menggunakan lysimeter pada tanah pasiran dan lempung menunjukkan hasil bahwa pencucian yang terjadi pada tanah pasiran 30 – 68  lebih tinggi.
  3. Solusi di Lahan Pasiran. Penambahan bahan organik pada lahan pasiran sangat diperlukan. Asam-asam organik tambahan seperti asam humat fulvat juga dapat diberikan pada lahan ini guna mengikatkan nilai harkat dari kesuburan tanah. Selain itu, asam organik tambahan dapat berfungsi dalam mengontrol kelarutan Al dan meningkatkan ketersediaan P apabila diberikan secara bersamaan (Suharta, 2007). Ketersediaan unsur hara dalam tanah pada saat pemupukan dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk lepas lambat. Leaching yang terjadi intensif pada saat hujan akan menyebabkan ketersediaan unsur hara rendah dalam area perakaran tanaman. Pemupukan juga sebaiknya dilakukan dengan menambahkan unsur hara mikro, hal ini diperlukan karena sebagian besar unsur hara mikro dalam tanah mengalami pencucian atau dalam bentuk tidak tersedia untuk tanaman karena masih terikat pada komplek tanah. Pencucian Ca yang cukup intensif pada tanah pasiran memerlukan perhatian yang khusus. Unsur hara Ca sebaiknya diberikan dalam porsi yang lebih banyak pada saat pemupukan pada tanah pasiran dibandingkan dengan tanah lempung.

 

PENGELOLAAN LAHAN MARGINAL BERBASIS REKAYASA PUPUK DAN NUTRISI KEBUTUHAN SAWIT

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu faktor pembatas utama dari aspek kimia tanah di lahan marginal adalah kandungan nutrisi tanah baik unsur makro maupun mikro yang relatif rendah.  Selain kandungan nutrisi asal pelapukan tanah yang relatif rendah karena sumberdayanya yang tidak tersedia, lahan marginal umumnya memiliki kemampuan mengikat nutrisi tanah rendah, potensial redoks yang tidak menguntungkan untuk ketersedian hara dan tingkat kehilangan nutrisi dipermukaan tanah akibat pergerakan air yang berlebihan relatif tinggi. Kehilangan nutrisi pada lahan marginal tipe lahan undulating dikarenakan aliran permukaan run off.  Pada lahan gambut dan lahan pasang surut kehilangan nutrisi karena pergerakan air naik turun secara vertikal dalam tubuh tanah.  Kemudian pada lahan marginal tipe tanah pasiran kehilangan nutrisi karena pencucian air perkolasi.

Tindakan pemupukan pada lahan marginal dengan potensi kehilangan nutrisi akibat dinamika pergerakan air sering menjadi tidak efektif.  Apabila pengelolaan nutrisi dilakukan secara tidak hati-hati, maka pemberian pupuk di tanah marginal dengan faktor pembatas pergerakan air sangat intensif lebih banyak pupuk yang hilang dibanding yang diserap tanam.  Untuk menekan terjadinya inefisiensi pupuk karena pergerakan air yang berlebihan dibutuhkan tindakan pengelolaan pemupukan secara bijaksana.  Konsep peningkatan efisiensi pupuk di lahan marginal demikian tetap mengacu kepada pilar kunci kaidah pemupukan, melalui tepat;  jenis, dosis, cara, waktu dan frekuensi.  Di era pertanian modern, teknologi yang dapat menyederhanakan konsep kunci kaidah pemupukan tersebut sesungguhnya dapat dirangkum kedalam rekayasa formulasi pupuk.

Rekayasa formulasi pupuk dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemupukan. Melalui penerapan teknologi ini, tindakan  pemupukan menjadikan nutrisi asal pupuk lebih banyak diserap sesuai kebutuhan pertumbuhan fisiologis tanaman dan menekan sekecil mungkin nutrisi pupuk hilang dari tubuh tanah.  Formulasi pupuk dapat dilakukan berdasarkan sifat kimia, fisik dan penggabungan diantara kedua sifat tersebut menjadi suatu kesatuaan yang terintegrasi.  Dalam prakteknya, formulasi kimia pupuk dilakukan terhadap rekayasa (a). formulasi komposisi, (b) formulasi bentuk fisik dan  formulasi sifat kelarutan pupuk.

 

A. Formulasi Komposisi

Teknologi formulasi komposisi diarahkan terhadap jenis hara, kandungan hara, dan penambahan unsur atau senyawa aditif yang berpengaruh terhadap perbaikan kualitas tanaman, memperbaiki harkat kesuburan tanah dan mendorong percepatan ketersediaan hara.  Jenis hara yang dibutuhkan utamanya diarahkan terhadap unsur hara utama, terdiri dari unsur N, P, K, Ca, Mg dan S.  Kandungan masing-masing unsur hara disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.  Kebutuhan formulasi komposisi pupuk ditetapkan berdasarkan hasil penelusuran secara terukur dan dapat dipertanggung jawabkan melalui hasil analisis tanah maupun daun.  Penambahan unsur hara yang selama ini kurang diperhatikan, namun sesungguhnya memiliki fungsi yang dapat berkontribusi nyata terhadap perbaikan kualitas produksi tanaman juga menjadi bagian untuk memperkuat kualitas formulasi pupuk, misalnya penambahan hara mikro secara lengkap terdiri dari unsur Cu, Zn, Fe, B dan Si.   Untuk meningkatkan kualitas pupuk, rekayasa komposisi acapkali dilakukan dengan memperkaya komposisi melalui penambahan bahan yang mampu meningkatkan harkat kesuburan tanah, seperti penambahan humic subtance.

Penerapan teknologi formulasi komposisi sangat efektif untuk mengatasi permasalahan kondisi lahan marginal yang memiliki keterbatasan sumberdaya bahan mineral asal tanah yang sangat minimal, seperti halnya lahan marginal tanah gambut dan tanah pasiran.   Konsep formulasi komposisi berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah akan menekan pengaruh hara yang berlebihan terkandung dalam pupuk yang mudah hilang karena terbawa run off atau tercucikan.  Dengan demikian, sangat logis bahwa formulasi komposis pupuk akan memaksimalkan efektifitas penggunaan pupuk.

 

B. Formulasi Bentuk Pupuk

Formulasi sifat fisik pupuk padatan diarahkan pada bentuk, ukuran partikel dan kemasifan permukaan butiran.   Formulasi sifat fisik pupuk pada bentuk pupuk diarahkan pada ukuran partikel pupuk yang lebih besar.  Ukuran luas butir yang lebih besar memiliki peluang integrasi keseluruhan unsur dalam partikel butiran secara lengkap yang lebih terjamin dan memiliki pengaruh terhadap pelarutan pupuk yang secara relatif lebih lambat dibanding dengan pupuk yang memiliki diameter partikel lebih kecil.  Sifat kemasipan pupuk berkaitan dengan kerapatan pori mikro di permukaan pupuk, direkayasa melalui proses compressing menghasilkan berat jenis butiran yang lebih besar (1,33-2,50 g/cm3) dan dapat membantu proses hancuran hidrolisis pelarutan bahan menjadi lebih lambat.  Sizing dan kemasifan pupuk berfungsi sebagai salah satu pengendali sifat pupuk slow release.

Formulasi pupuk dalam bentuk ukuran butiran yang lebih besar dan kemasifan pupuk yang berperan dalam menjaga pelepasan hara secara terkendali, nampaknya cukup menonjol diaplikasikan pada tanah-tanah dengan tingkat pencucian hara cukup tinggi, yaitu pada tanah bertekstur kasar.  Pupuk dengan sizing yang lebih besar mampu mengendalikan ketersediaan hara lebih efektif dengan mengurangi kehilangan hara asal pupuk yang dapat disebabkan oleh pencucian (tanah pasiran), run off (lahan undulating), dinamika air naik turun secara vertikal (tanah gambut) dan lahan tergenang serta limpasan air pada periode waktu tertentu (lahan pasang surut).

 

C. Formulasi Kecepatan Kelarutan Pupuk

Faktor pembatas nutrisi di lahan marginal perkebunan sawit sering dikaitkan dengan kondisi air yang berlebihan di lapisan permukaan tanah.   Kehilangan nutrisi di permukaan lapisan tanah sering berhubungan dengan kelarutan nutrisi yang terbawa oleh pergerakan air secara berlebihan.  Dengan mengatur kecepatan pelarutan pupuk, maka boleh jadi kehilangan nutrisi di permukaan tanah dapat ditekan sekecil mungkin dengan harapan akan memberikan peluang pupuk lebih lama tersimpan di dalam tanah dan memberi peluang untuk meningkatkan efisiensi serapan tanaman.

Kecepatan pelarutan pupuk sering menjadi sasaran utama dalam rekayasa formulasi sifat fisik pupuk.  Sifat ini menjadi penting berkaitan dengan kemampuan pupuk dalam menyediaakan bagi tanaman.  Rekayasa formulasi kecepatan pelarutan pupuk dapat dilakukan melalui mekanisme kimia, fisika dan penggabungan diantara kedua mekanisme tersebut.   Formulasi pupuk kecepatan pelarutan pupuk dalam menyediakan hara dibedakan terhadap kecepatan pelarutan pupuk yang cepat terlarut (fast release) dan pupuk dengan kelarutan secara lambat terkendali (slow release).

Pupuk menyediakan hara bagi tanaman di dalam tanah diawali dengan terjadinya proses persentuhan materi pupuk dengan air asal kelembaban tanah.  Reaksi kimia hidrolisis di permukaan materi pupuk akan menyebabkan terjadinya peristiwa ionisasi pada masing-masing unsur yang terkandung dalam bahan.   Peristiwa reaksi kimia ini menyebabkan terjadinya pelarutan bahan pupuk untuk berubah menjadi hara dalam bentuk fraksi ion-ionnya.  Fenomena ini dapat dijumpai di lahan marginal yang memiliki intensitas ketersedian air dipermukaan tanah secara berlebihan.  Pupuk yang diaplikasikan pada tanah marginal dengan ketersediaan air secara berlebihan sering menjadi tidak efektif, karena lebih banyak pupuk yang hilang dipermukaan tanah dibanding dengan nutrisi pupuk yang terserap tanaman.

Kehilangan nutrisi pupuk  sering terjadi utamanya dalam penggunaan pupuk ditanah marginal dengan menggunakan pupuk yang fast release.  Jenis pupuk ini yang diberikan pada kondisi tanah sering terjadi kelebihan air secara agresif sesaat akan cepat terjadi pelarutan nutrisi dan seketika akan terjadi pergerakan nutrisi keluar dari tubuh tanah bersama dengan pergerakan air secara berlebihan, baik yang melalui pergerakan run off, tercuci bersama air perkolasi dan pergerakan air turun naik secara vertikal  serta limpasan air.  Pada kondisi lingkungan yang sering terjadi pergerakan air secara intensif, maka pemilihan pupuk dengan sifat kelarutan nutrisi dalam pupuk lambat tersedia akan lebih bijaksana. Pupuk slow release dengan sifat kelarutan yang terukur akan menjadikan nutrisi dalam pupuk tidak mudah terbawa oleh pergerakan air yang berlebihan, sehingga nutrisi relatif lebih lama tersimpan dalam tanah dan memberikan peluang lebih banyak diserap oleh tanaman.

Secara umum, formulasi pupuk akan memaksimalkan efektifitas dan efisiensi pemupukan yang mampu meningkatkan keuntungan budidaya sawit di lahan marginal sambil tetap menjaga kelestarian produktivitas lahan, melalui ; (1) Rekayasa komposisi kandungan hara sesuai kebutuhan kebutuhan tanaman (by order) yang dapat ditetapkan berdasarkan pendekatan ketersediaan hara tanah dan jaringan tanaman, sehingga efektif dalam menekan pemborosan kehilangan hara asal pupuk di lahan pertaniaan, (2) memiliki mekanisme pelepasan unsur hara sesuai kebutuhan dan karakteristik kimia tanah. Kelarutan pupuk lebih terukur untuk menyediakan hara cepat tersedia maupun lambat tersedia sesuai dengan fase pertumbuhan.  Peristiwa penyediaan hara yang demikian, akan mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara optimal atau target produktivitas yang diharapkan berdasarkan peningkatan efisiensi serapan maupun efisiensi produksi, (3) dilengkapi nutrisi yang mampu mendorong peran metabolisme sink tanaman menjadi lebih baik, sehingga akan mampu meningkatkan kualitas produksi tanaman, dan (4) menjadikan hara asal pupuk tidak mudah hilang karena tercucikan, volatilisasi dan terjerap, sehingga produktivitas lahan terjaga kelestariaanya dan menekan pengaruh negatif terhadap kerusakan lahan.

 

HASIL-HASIL PENGGUNAAN PUPUK “NPK PALMO” DITANAH MARGINAL UNTUK SAWIT

Hasil dari pengamatan penggunaan pupuk NPK Palmo dibandingkaan dengan kontrol pada beberapa kondisi lahan marginal disampaikan pada Tabel 2. Perlakuan kontrol mengaplikasikan pemupukan tunggal, sedangkan pupuk NPK Palmo merupakan pupuk slow realise. Peningkatan hasil penggunaan pupuk NPK Palmo pada berkisar antara 7 – 50  dibandingkan dengan kontrol.

Peningkatan produktivitas tersebut tidak lepas dari karakter pupuk NPK Palmo yang bersifat slow release dengan formulasi komposisi hara yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada lahan yang spesifik. Sifat slow release akan membantu proses pelepasan unsur hara lebih terkendali sehingga tidak mudah leaching dari area perkaran tanaman. Formulasi komposisi yang spesifik sangat berguna untuk menyediakan hara sesuai dengan kebutuhan tanaman pada lokasi tertentu. Kedua hal tersebut sangat berperan dalam peningkatan efektivitas pemupukan termasuk untuk budidaya tanaman sawit.

 

KESIMPULAN

Tanah marginal untuk sawit berdasarkan faktor pembatasnya secara umum terbagi atas lahan pasang surut, lahan gambut, lahan bertekstur pasiran dan lahan undulating (bergelombang). Faktor penghambat tersebut mengerucut pada rendahnya kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman khususnya sawit. Unsur hara makro dan mikro sebagian besar hilang atau dalam bentuk tidak tersedia untuk tanaman sawit. Faktor penyebab rendahnya ketersediaan hara tersebut pada masing-masing lahan berbeda, akan tetapi faktor utama yang berpengaruh adalah adanya aktivitas fisik dan kimia.

Teknologi formulasi pupuk yang telah diterapkan oleh PT Saraswanti Anugerah Makmur adalah formulasi komposisi nutrisi, formulasi fisik dan formulasi kimia. Teknologi formulasi komposisi nutrisi memungkin pengaturan jumlah hara yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan imbangan hara untuk tanaman. Perimbangan kebutuhan hara merupakan salah satu kunci dalam peningkatan efisiensi pupuk yang diberikan.  Teknologi formulasi fisik dapat membantu dalam pengontrol luas permukaan singgung sehingga akan sangat berpengaruh terhadap reaktifitas pupuk yang akan diberikan. Teknologi ini membantu dalam upaya pelepasan secara lebih terkendali sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Teknologi formulasi kimia dengan menggunakan slow release agent berperan dalam pelepasan unsur hara yang terkandung. Efisiensi pemupukan akan meningkat dengan adanya pelepasan unsur hara yang lebih terkendali. Ketiga faktor terknologi yang diterapkan di pupuk produksi PT Saraswanti Anugerah Makmur terbukti dapat membantu dalam peningkatan efisiensi pemupukan untuk lahan tanaman sawit yang dibudidayakan di lahan-lahan marginal.

Pemilihan pupuk ke arah slow release dapat meningkatkan efektivitas pemupukan lahan marginal. Prinsip utama dengan menekan kehilangan nutrisi di lapisan olah tanah. Hal tersebut berdapak pada peningkatan efisiensi dari kegiatan pemupukan yang dilakukan. Penggunakan pupuk NPK berteknologi slow realease dengan merk dagang “NPK PALMO” terbukti mampu meningkatkan produktivitas sawit di lahan marginal. Peningkatan yang terjadi setelah aplikasi pupuk Palmo berkisar antara 7 – 50 dibandingkan dengan penggunaan pupuk tunggal.

 

SARAN

Faktor pembatas fisik utama lahan marginal di Indonesia yang banyak digunakan untuk budidaya sawit adalah tinggi muka air dan  genangan air tanah. Faktor pembatas tersebut harus diatasi guna meningkatkan efisiensi serapan pupuk dilahan marginal. Pengelolaan manajemen pupuk secara maksimal akan tidak berarti apabila faktor pembatas fisik utama tersebut tidak diatasi.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Abimanyu.  1999. Kajian Erosivitas Hujan Bulanan Dan Hubungannya Dengan Aliran Permukaan Serta Erosi dibeberapa Tanah Ultisol DAS Brantas. https://repository.unej.ac.id/handle/123456789. Tanggal akses 12 Juli 2017.
  2. Anonim. 2011. Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik  Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai. https://www.dephut.go.id/ INFORMASI/RLPS/14_167_04.pdf. Tanggal akses 12 Juli 2017.
  3. Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagyo, A. Mulyani, dan N. Suharta. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Versi. 3. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
  4. Driessen and Rohimah, 1976.Organic Soils. In Soils for agricultural expansion in Indonesia. ATA 106 Bulletin 1. Soil Research Institute. Bogor.
  5. Euroconsult. 1984. Nationwide study of coastal and near coastal swampland in Sumatra, Kalimantan, and Irian Jaya. Vol. I and II. Arnhem.
  6. Ezekiel. 2005. Lime effects on soil acidity, crop yield, and aluminium chemistry in direct-seeded cropping system. Soil Sci. Soc. Am. J. 72(3): 634−640.
  7. Suprapto, A. 2002. Land and water resources development in Indonesia. In FAO : Investment in Land and Water. Proceedings of the Regional Consultation.
  8. Mario, M.D., 2002. Peningkatan produktivitas dan stabilitas tanah gambut dengan pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
  9. Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, and J. van Schuylenborgh. 1972. Tropical Soils. A comprehensive study of their genesis. Mouton–Ichtiar Baru-Van Hoeve, The Hague-Paris-Jakarta. p. 481.
  10. Nauteveira M, Trivelin PCO, Boaretto AE, Mauraoka T, Mortatti J. 2002. Leaching of Nitrogen, Photasium, Calsium and Magnesium in Sandy Soil. Parto Pinto. Brasil
  11. Shepherd MA dan Bennet G. 2008. Nutrient Leaching Losses From a Sandy Soil. Communication in soil science and plant analysis. Volume 29. UK
  12. Schachtschabel. 1989. Dictionaire de Geologie. Guides Geologiques Regionaux. Collection dirigee par Ch. Pomerol. 2-ed. Masson, Paris, New York, Barcelone, Milan, Mexico, Sao Paulo
  13. Nelvia, 2009. Kandungan fosfor tanaman padi dan emisi karbon tanah gambut yang diaplikasi dengan amelioran Fe3+ dan fosfat alam pada beberapa tingkat pemberian air. J. Tanah Trop. 14(3):195-204.
  14. Pfadenhauer dan Grootjans. 1999. Wetland restoration in Central Europe: aims and methods. Applied Vegetation Science.Blackwell Publishing Ltd.
  15. Suharta, N. 2007. Sifat dan karakteristik tanah dari batuan sedimen masam di Provinsi Kalimantan Barat serta implikasinya terhadap pengelolaan lahan. Jurnal Tanah dan Iklim 25: 11−26.
  16. Rachim, A. 1995. Penggunaan kation-kation polivalen dalam kaitannya dengan ketersediaan fosfat untuk meningkatkan produksi jagung pada tanah gambut. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
  17. Rieley, J.O., A.A. Ahmad-Shah & M.A. Brady., 1996, “The Extent and Nature of Tropical Peat Swamps”. In : Maltby et al., (Eds). Tropical Lowland Peatlands of Southeast Asia. Proc. of a Workshop on Integrated Planning and Management of Tropical Lowland Peatlands held at Cisarua, Indonesia, July 3 –8, 1992. IUCN, Gland, Switzerland. p : 15 – 53.
  18. Puslittanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia, Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.Subagyono, K dan E. Susanti, 1998. Sistem Aliran Satu Arah Sebagai Strategi Pengelolaan Air : Kontribusi, Kendala dan Alternatif Perbaikan.  Prosiding Sem-Nas Dalam : Sudaryono dkk.,  (Eds).  HITI Komda Jatim, di Malang
  19. Salampak, 1999. Peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
  20. Scheffer dan Schachtschabel, 1989).
  21. Subiksa, IGM., Didi Ardi dan IPG. Widjaja-Adhi, 1991. Pembandingan pengaruh palam dan TSP pada tanah sulfat masam (Typic Sulfaquent) Karang Agung Ulu Sumatera Selatan. Prosiding Pertemuan Pembahasan Hasil Penelitian Tanah, 3-5 Juni 1991. Cipayung, Jawa Barat.
  22. Shepherd. 2008. Leaching behavior of phosphorus in sandy soils amended with organic material. Soil Sci. 173(4): 257−266.
  23. Sri Nuryani H.U, Didik H.F., A. Maas, 2007, “Kajian Kimia Gambut Hidrofilik dan Hidrofobik Sesudah Diameliorasi”, Prosiding Seminar dan Kongres Nasional IX HITI: Solusi Miskelola Tanah dan Air untuk Memaksimalkan Kesejahteraan Rakyat. UPN Veteran Yogyakarta, 5-7 Desember 2007.
  24. Olde Venterink, T.E. Davidsson , K. Kiehl dan L. Leonardson. 2002.Impact of drying and re-wetting on N, P and K dynamics in a wetland soil. Plant and Soil 243: 119–130, Kluwer Academic Publishers.
  25. Widyati, E., 2011. Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut dan Isu perubahan iklim. Tekno Hutan Tanaman 4(2):57-68.
  26. Wargersoun (2001)
  27. WWF, 2008. Deforestation, forest degradation, biodiversity loss and CO2 emision in Riau, Sumatera, Indonesia: one Indonesian propinve’s forest and peat soil carbon loss over a quarter century and it’s plans for the future. WWF Indonesia Tecnical Report. www.wwf.or.id.

Oleh: Dias Gustomo SP MSc Ir. Muhamad Mulyadi MSc, Arif Ardianto SP dan Andreas Silitonga SP – PT. Saraswanti Anugerah Makmur

Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya
Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya

Pengertian Pupuk NPK Pupuk NPK adalah pupuk yang memilik kandungan tiga unsur hara makro, yaitu Nitrogen (N) Fosfor (P) dan Kalium (K). Selain unsur...

Pupuk, Pengertian dan Jenisnya
Pupuk, Pengertian dan Jenisnya

Pengertian Pupuk Pupuk adalah bahan yang memiliki kandungan satu atau lebih unsur hara yang diberikan pada tanaman atau media tanam untuk mendukung...

Kandungan Pupuk NPK Granul Saraswanti

PENGERTIAN PUPUK NPK GRANUL

Kebutuhan pupuk di Indonesia setiap tahun terus meningkat selaras dengan semakin intensif program ektensifikasi pertanian, khususnya dengan terus bertambah luasnya areal pekebunan. Pada tahun 2009, kebutuhan pupuk NPK hanya 3,5 juta dan diperkirakan kebutuhannya akan meningkat  menjadi 23,5 juta ton pada tahun 2015.  Suatu estimasi kebutuhan pupuk yang tidak sedikit dan sekaligus menjadi peluang dan tantangan bagi kita semua, khususnya di bidang industri pupuk untuk menyediakan dan ikut berpartisipasi dalam membantu mensukseskan program pertanian secara keseluruhan.

Telah disadari bahwa pencapaian efisiensi pemupukan di negara berkembang relative masih belum menggembirakan.  Kebocoran-kebocoran kehilangan pupuk di lahan pertaniaan yang disebabkan kurang optimalnya tindakan pemupukan dan penggunaankualitas pupuk rendah acap kali masih banyak terjadi, sehingga telah menyebabkan pemborosan energy dan sumberdaya yang semakin terbatas.  Oleh karena itu, upaya peningkatan efisiensi pemupukan akan terus digalakan dan menjadi kewajiban kita semua untuk bahu membahu dalam mendorong tercapainya pengelolaan pertanian efisien yang menguntungkan.  Para praktisi pertaniaan harus terus berupaya untuk melakukan tindakan pemupukan mengikuti kaidah-kaidah yang benar dan bijaksana, sementara kalangan peneliti dan industry pupuk berkewajiban untuk menciptakan dan merekaya jenis pupuk dan formulasinya sesuai standar kebutuhan yang diharapkan.

Dalam rangka mendukung program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pupuk pertanian, juga untuk membantu memaksimalkan efektifitas dan efisensi pupuk lengkap yang ramah lingkungan bagi aneka komoditas pertanian, maka PT DUPAN ANUGERAH LESTARI dengan nomor izin industry 188/951/416-207.3/2010, telah  memformulasi dan memproduksi pupuk dengan merk dagang PUPINDO (Pupuk Indonesia) dengan kapasitas 125.000 ton/tahun.   Pupuk ini memiliki keunggulan kualitas produk yang direkayasa berdasarkan penggunaan teknologi (melting dan coating), kualitas material bahan yang digunakan dan kemudahan dalam aplikasi.

Pupindo merupakan pupuk NPK granul yang dilengkapi hara semi makro dan mikro dan asam humik yang komposisinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman (by order).   Secara fisik, Pupindo berbentuk butiran granuler dengan diameter butir berkisar antara 3-6 mm, memiliki berat jenis 1,33 g/cm3, sehingga memudahkan dalam penempatan pupuk dan penggunaan alsintan fertilizer applicator (FA).  Pupindo direkayasa dengan tingkat kelarutan dan penyediaan hara bagi tanaman dapat bersifat fast release dan slow release, sehingga dapat digunakan untuk pemupukan aneka tanaman, seperti; tanaman semusim (padi, jagung, tebu, dll) dan tanaman tahunan/perkebunan (sawit, karet, kopi, kakao, teh, dll).

Penggunaan Pupindo akan memaksimalkan efektifitas dan efisiensi pemupukan yang mampu meningkatkan keuntungan budidaya pertanian sambil tetap menjaga kelestarian produktivitas lahan, melalui ; (1) komposisi kandungan hara sesuai kebutuhan kebutuhan tanaman (by order) yang dapat ditetapkan berdasarkan pendekatan ketersediaan hara tanah dan jaringan tanaman, (2)  meningkatkan produktivitas tanaman secara optimal atau target produktivitas, (3) meningkatkan kualitas produksi tanaman, (4) menjaga kelestarian produktivitas lahan terjaga kelestariaanya dan (5) menekan pengaruh negatif terhadap kerusakan lahan, dan (6) memudahkan dalam penempatan pupuk (broad cash, side band, pop up, dll), khususnya dalam penggunaan fertilizer applicator (FA),  sehingga  dapat menghemat penggunaan tenaga, waktu dan biaya aplikasi.

Memperhatikan manfaat Pupindo terhadap pengelolaan pertanian, maka kami percaya pupuk ini dapat membantu para praktisi untuk memberikan solusi terbaik dalam upaya meningkatkan efsiensi pemupukan.  Selain itu, Pupindo memiliki harga yang cukup kompetitif dibanding dengan pupuk lain yang sejenis, sehingga memberikan peluang keuntungan dalam pengelolaan pertanian.

Tak lupa, ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan kepercayaan seutuhnya terhadap produk kami, khususnya untuk kalangan para praktisi agronomis, para peneliti dan tenaga-tenaga industrial lain di bidang pertaniaan Semoga industrial di bidang pertanian kedepan tetap jaya dan sukses sesuai cita-cita yang diharapkan

LATAR BELAKANG

Usaha pertanian yang menguntungkan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam penggunaan pupuk secara efisien.  Sejauh ini, upaya untuk meningkatkan efisiensi pemupukan masih bersandar kepada tindakan yang tepat dalam hal memilih jenis, dosis, cara, waktu dan frekuensi aplikasi pupuk.  Pengenalan jenis pupuk menjadi salah satu kunci sangat penting dalam upaya pencapaian sasaran produksi yang diharapkan, yaitu pencapaian pada tingkat efisiensi tinggi.  Tindakan pemupukan akan menjadi rancu apabila pengguna pupuk tidak memahami jenis pupuk yang pakai.   Kurang akuratnya pemilihan jenis pupuk juga, akan menyebabkan budidaya menjadi sia-sia dan mendatangkan kerugian usaha tidak sedikit.   Oleh karena itu, kenalilah pupuk yang digunakan, maka niscaya akan membantu diri sendiri untuk meraih keuntungan usaha secara maksimal.

Di pasaran, dikenal macam pupuk berbentuk padat, berupa; powder, butiran kristal, priil, butiran granuler, padatan briket, dll.   Selain itu, berdasarkan jumlah unsur dalam pupuk, dikenal juga dengan macam pupuk tunggal dan pupuk majemuk.  Efektifitas penggunaan pupuk tunggal terhadap peningkatan hasil tidak perlu diragukan.   Kemudian, telah banyak juga dilaporkan juga, bahwa peran pupuk majemuk dalam peningkatan hasil berkontribusi sama efektifnya dengan pupuk tunggal.   Dengan alasan kemudahan, penghematan biaya aplikasi dan kelangkaan tenaga kerja, serta banyak diakuinya peran hara mikro yang dikombinasikan dengan pupuk makro terhadap peningkatan hasil, maka akhir-akhir ini penggunaan pupuk majemuk untuk pertanian lebih banyak diminati.   Fakta lain, jenis pupuk berbutir granuler lebih banyak digunakan pada berbagai komoditas pertanian.   Oleh karena itu, kedepan peran pupuk majemuk ini dengan segala keunggulannya akan lebih diminati dan peluang kebutuhannya cukup besar.   Sebagai gambaran, pada tahun 2009 kebutuhan pupuk majemuk NPK hanya 3,5 juta dan diperkirakan kebutuhannya akan meningkat  menjadi 23,5 juta ton pada tahun 2015.

Selaras dengan kebutuhan pupuk pertanian, maka pada tahun 2010 telah direkayasa dan diproduksi suatu jenis pupuk majemuk berbutir granuler yang diberi nama PUPINDO.  Pupuk ini diproduksi pada skala pabrik dengan kapasitas 125.000 ton/tahun oleh PT DUPAN ANUGERAH LESTARI, yang berlokasi di Jl. Raden patah, Desa Lebaksono, Kec. Pungging, Kab Mojokerto, Jawa Timur. Tujuan dari pengadaan pupuk ini yaitu selain untuk mendukung program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pupuk pertanian, juga untuk membantu memaksimalkan efektifitas dan efisensi pupuk lengkap yang ramah lingkungan bagi aneka komoditas pertanian.

PENGERTIAN PUPINDO

Pupindo singkatan dari Pupuk Indonesia, merupakan merk dagang dari suatu pupuk majemuk NPK granul compound yang diproduksi oleh PT DUPAN ANUGERAH LESTARI dengan nomor izin industry 188/951/416-207.3/2010. Untuk kepentingan pemasaran dan komersialisasi, Pupindo telah memiliki sertifikat merk D10.2010.012051 dan Standar Nasional Industri (SNI) nomor 02.2803.2000. Dengan kata lain, Pupindo telah diuji melalui tahap prosedur dan proses kendali mutu maupun kendali efektifitas manfaat pupuk bagi komoditas pertanian. Keuntungan kualitas produk Pupindo dapat diperhatikan melalui keunggulan penggunaan teknologi (melting dan coating), kualitas material bahan yang digunakan dan kemudahan dalam aplikasi.

Karakteristik Fisik dan Kimia
Pupindo merupakan pupuk padatan anorganik yang diaplikasikan ke tanah untuk kepentingan tanaman. Secara fisik, Pupindo berbentuk butiran granuler dengan diameter butiran antara 3-6 mm dan memiliki berat jenis sekitar 1.33 g/cm3. Pupindo memiliki struktur permukaan butiran halus sampai sangat halus, berkaitan dengan penataan antar partikel butiran halus membentuk jalinan ukuran pori mikro yang rapat sampai sangat rapat, padat dan massif. Bentuk fisik ini direkayasa untuk tujuan dalam memudahkan aplikasi penempatan pupuk, baik dilakukan secara manual/konvensional maupun menggunakan peralatan mekanis (fertilizer applicator). Pupindo memiliki warna yang bervariasi tergantung dari bahan coating yang digunakan, namun secara umum dibuat warna yang menarik dan cerah, seperti misalnya; putih, kuning, merah ros, ungu, dll.

Sesuai nama jenis pupuknya, kandungan hara utama dalam Pupindo adalah hara makro NPK, yang dapat diperkaya dengan unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman, seperti misalnya; hara semi makro Ca, Mg, S dan hara mikro, khususnya; Si, B, Cu, Zn dan Fe. Pupindo juga diperkaya dengan humic substances (HS), yaitu suatu bahan yang dapat menjaga keseimbangan dan ketersediaan hara, sehingga membantu memudahkan penyerapan hara oleh perakaran tanaman. Bahan ini juga dapat berfungsi untuk membantu memperbaiki sifat fisik tanah. Setiap unsur hara dan HS terintegrasi dalam suatu butiran granul, dengan komposisi kandungan masing-masing unsur bersifat lentur, dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan kata lain, Pupindo merupakan suatu pupuk dengan hara lengkap yang ketersediaannya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Penggunaan Bahan Baku
Pupindo selalu menekankan pentingnya kualitas produk. Untuk menjaga mutu yang disyaratkan SNI, Pupindo dibuat menggunakan bahan baku pilihan yang kualitasnya dijamin dan kandungan unsure-unsurnya diketahui terukur melalui proses analisis laboratorium kimia. Sumber utama bahan baku Pupindo, antara lain : urea, zuafelzuur amonium, monoamonium fosfat, diamonium fosfat, rock fosfat, potassium khlorida, potassium sulfat, dolomit, kalsit, ferro sulfat, terusi, seng sulfat, manggan sulfat, asam borat, asam humik, kalsium silikat, dan bahan baku coating dari bahan kimia anorganik maupun bahan kimia organik.

Teknologi Proses
Pupindo diproduksi melalui rangkaian proses granulasi, terdiri dari tahapan; penimbangan, pencampuran dan penghancuran bahan, granulasi, pengeringan dan sortasi. Selain teknologi itu, Pupindo dirancang menggunakan teknologi melting dan coating. Teknologi melting diterapkan pada proses granulasi melalui penyemprotan urea pasta ke dalam campuran bahan. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kadar nitrogen pupuk dan membentuk permukaan granulasi yang lebih halus dan solid. Sedangkan teknologi coating yang diterapkan sebelum prose packing, dilakukan penyelimutan bahan dengan menggunakan senyawa kimia tertentu. Prose ini bertujuan untuk mengatur kelarutan pupuk, membuat pupuk bersifat slow release, membuat penampilan pupuk yang lebih menarik dan menjadikan permukaan fisik pupuk yang lebih halus. Melalui penggunaan ke dua teknologi tersebut, dipastikan pupuk ini memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan pupuk-pupuk granuler biasa lainnya, antara lain ; bentuk fisik yang tidak mudah hancur, tahan penyimpanan, tidak higroskopis dan volatil, dll, maupun keunggulan secara sifat kimia, seperti; kemampuan dalam menyediakan ketersediaan hara yang terukur. Keunggulan ini yang secara keseluruhan pada akhirnya akan memaksimalkan efektifitas dan efisiensi pemupukan.

Formulasi
Pupuindo menyediakan hara NPK sesuai kebutuhan dengan kandungan hara fleksible sesuai kepentingan tanaman dan ketersediaan hara tanah. Terdapat 3 jenis (varian) pupuk yang direkayasa, yaitu :

  1. N granul + PK granul, compound blending
  2. NPK granul, compound melting coating
  3. (NPK, trace element) granul, compound melting coating

Setiap varian pupuk direkayasa berkepentingan dengan tujuan pumupukan secara umum yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman untuk mencapai efisiensi tinggi, baik secara serapan, produktivitas maupun ekonomis. Meskipun komposisi Pupindo bersifat lentur dapat dirancang sesuai kebutuhan, namun rekayasa komposisi standar disusun, sebagai berikut :

Keterangan : TE (trace element), utamanya Cu + Zn + B + Fe + Si

KEUNTUNGAN PENGGUNAAN

Secara umum, Pupindo akan memaksimalkan efektifitas dan efisiensi pemupukan yang mampu meningkatkan keuntungan budidaya pertanian sambil tetap menjaga kelestarian produktivitas lahan, melalui ;

  1. Pupindo dapat direkayasa dengan komposisi kandungan hara sesuai kebutuhan kebutuhan tanaman (by order) yang dapat ditetapkan berdasarkan pendekatan ketersediaan hara tanah dan jaringan tanaman, sehingga efektif dalam menekan pemborosan kehilangan hara asal pupuk di lahan pertaniaan.
  2. Pupindo memiliki mekanisme pelepasan unsur hara sesuai kebutuhan dan karakteristik kimia tanah. Kelarutan pupuk lebih terukur untuk menyediakan hara cepat tersedia maupun lambat tersedia sesuai dengan fase pertumbuhan. Peristiwa penyediaan hara yang demikian, maka Pupindo akan mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara optimal atau target produktivitas yang diharapkan berdasarkan peningkatan efisiensi serapan maupun efisiensi produksi.
  3. Pupindo dilengkapi nutrisi yang mampu mendorong peran metabolisme sink tanaman menjadi lebih baik, sehingga akan mampu meningkatkan kualitas produksi tanaman.
  4. Pupindo menjadikan hara nitrogen tidak mudah hilang karena tercucikan, hara P terjerap tanah dan hara K tercuci maupun terjerap tanah, sehingga produktivitas lahan terjaga kelestariaanya dan menekan pengaruh negatif terhadap kerusakan lahan.
  5. Pupindo dengan bentuk fisik butiran granuler memudahkan dalam penempatan pupuk (broad cast, side band, pop up, dll), khususnya dalam penggunaan fertilizer applicator (FA), sehingga dapat menghemat penggunaan tenaga, waktu dan biaya aplikasi

PUPINDO ANEKA TANAMAN

Falsafah pemupukan menyebutkan bahwa berikanlah pupuk sesuai kebutuhannya. Secara arif dapat diimplentasikan bahwa kebutuhan pupuk dapat diartikan tidak hanya sebatas jumlah saja, tetapi juga mengandung arti penyediaan nutrisi (hara) kebutuhannya perlu disesuaikan dengan fase pertumbuhannya. Prioritas kebutuhan nutrisi untuk fase pertumbuhan cepat, baik jenis maupun jumlah haranya tentu akan berbeda dengan nutrisi untuk fase pertumbuhan lambat. Demikian pula, perbedaan kebutuhan nutrisi antara tanaman semusim dan tanaman tahunan. Tanaman semusim memiliki siklus tumbuh yang lebih pendek dibanding tanaman tahunan. Pola dan fase pertumbuhan tanaman semusim per periode waktu akan berbeda dengan pola dan fase pertumbuhan tanaman tahunan, sehingga secara fisiologi kebutuhan dosis Pupindo dan waktu ketersediaan nutrisi antara kedua tipe tanaman juga berlainan.

Pupindo disediakan untuk aneka jenis tanaman pertanian, baik itu untuk tanaman semusim maupun tanaman perkebunan (tanaman tahunan). Pupuk ini dapat dirancang untuk kandungan jenis hara dan sifat pupuknya yang disesuaikan untuk kepentingan tanaman. Kandungan nutrisi dalam pupuk cukup lengkap, mulai dari hara utama yaitu hara makro NPK dan juga nutrisi hara semi makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman. Pupindo dirancang dengan sifat pupuk yang mampu menyediakan hara secara cepat (fast release) maupun penyediaan hara lambat tersedia (slow release) secara terukur disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman. Dengan kata lain, karakteristik Pupindo dapat di selaraskan dengan jenis dan sifat tanaman sesuai dengan pola pertumbuhan. Sebagai acuan kebutuhan dosis untuk masing-masing komoditas tanaman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan Pupindo untuk aneka tanaman pertanian

PROSES PUPINDO

PROSES PUPINDO MENYEDIAKAN HARA BAGI TANAMAN

Pupindo menyediakan hara bagi tanaman melalui pelepasan hara secara terukur selaras kebutuhan tanaman. Berasarkan sifat kelarutan pupuk dalam menyediakan hara, Pupindo dibedakan bersifat fast release dan slow release. Pupindo fast release sebagian besar terlarut dan menyediakan hara secara cepat pada fase pertumbuhan cepat. Biasanya nutrisi yang disuplai seluruhnya asal Pupindo tipe fast release memerlukan waktu pelarutan tidak lebih dari 1 bulan. Sedangkan jenis Pupindo slow release memiliki kemampuan terlarut dan menyediakan hara pada kecepatan seimbang, baik untuk kepentingan nutrisi pada fase pertumbuhan cepat, pertumbuhan sedang dan lambat secara proporsional. Pupindo tipe ini memiliki waktu pelarutan dan menyediakan hara di atas 1 bulan, biasanya waktu pelarutan pupuk antara 2-3 bulan dan bahkan dapat dirancang untuk kepentingan kemampuan menyediakan hara hingga 6-12 bulan. Perbedaan nyata antara Pupindo fast release dengan slow release adalah dalam penggunaan bahan aditif slow release agent (SRA) dan bahan coating. Pupindo slow release menggunakan kedua bahan tersebut, sedangkan pada Pupindo fast release tidak menggunakan bahan aditif tersebut.

Pupindo menyediakan hara bagi tanaman di dalam tanah diawali dengan terjadinya proses persentuhan materi pupuk dengan air asal kelembaban tanah. Reaksi kimia hidrolisis di permukaan materi pupuk akan menyebabkan terjadinya peristiwa ionisasi pada masing-masing unsur yang terkandung dalam bahan. Peristiwa reaksi kimia ini menyebabkan terjadinya pelarutan bahan pupuk untuk berubah menjadi hara dalam bentuk fraksi ion-ionnya. Karena Pupindo direkayasa menggunakan bahan-bahan pilihan bermutu baik yang memiliki sifat mudah larut, maka kelarutan bahan Pupindo akan segera membebaskan unsur-unsur hara untuk bergabung ke dalam larutan tanah, yang segera dimanfaatkan tanaman.

Peristiwa slow release pada Pupindo terjadi, dimana proses hidrolisis yang menjadi kreator utama dalam pelarutan bahan menjadi bentuk-bentuk ion-ion dikendalikan secara parsial. Agen pengendali peristiwa hidrolisis parsial ini dapat diatur, yaitu melalui; (a) mekanisasi fisik dan (b) mekanisme kimia. Kedua mekanisme pengendali ini berjalan secara sinergi. Pengendali mekanisme fisik slow release yang digunakan pada Pupindo, antara lain ; sizing (ukuran butir) dan kemasipan (berkaitan dengan kerapatan pori mikro). Pupindo memiliki kelarutan terbatas (terkendali) dirancang melalui pembentukan ukuran butir yang lebih besar (diameter 5-6 mm), sehingga luas permukaan yang bersentuhan dengan air (sebagai kreator hidrolisis) menjadi relatif lebih kecil. Pupindo yang direkayasa dengan teknologi melting dan coating memiliki bentuk permukaan yang cukup halus dengan ukuran pori mikro sangat rapat dan masif. Kondisi permukaan dengan ukuran pori mikro yang rapat menyebabkan terjadinya pengendalian sentuhan lapisan air dengan lapisan permukaan material pupuk sedemikian rupa menjadi lebih terbatas. Pada keadaan demikian, proses hidrolisis pada keseluruhan material unsur yang terkandung dalam Pupindo membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dan proses pelarutan bahan berjalan lambat.

Pengendali mekanisme kimia slow release Pupindo mengacu pada prinsip : (1) reaksi kimia bahan pembalut (coating) yang bersifat hidrofilik dan (2) interaksi keseimbangan antar unsur/senyawa asal bahan yang saling melindungi terhadap proses pelarutan. Agen penyelimut butiran pupuk (kumpulan hara dalam bahan) bersifat hidrofilik akan mengendalikan agresifitas peristiwa hidrolisis untuk bersentuhan langsung dengan hara dalam bahan pupuk. Air yang bersifat hidropobik kurang begitu suka berinter aksi secara kimia dengan senyawa coating yang bersifat hidrofilik. Dengan mengatur keseimbangan formula coating antara hidrofilik dan hidropobik akan menjadi kunci pengendali reaksi parsial hidrolisis antara air dengan nutrisi yang terkandung dalam bahan pupuk. Berdasarkan waktu, secara perlahan kekuatan air hidropobik akan semakin dominan dibanding bahan penyelimut (yang bersifat hidrofilik) selaras dengan semakin kuatnya peristiwa hidrolisis untuk melarutkan hara ke dalam bentuk ion-ionnya dalam larutan tanah.

Prinsip interaksi keseimbangan antar unsur atau senyawa yang saling melindungi mempengaruhi pelepasan hara berdasarkan reaksi kelarutan dan pengendapan (pembentukan senyawa yang tidak larut Pupindo direkayasa menggunakan bahan anorganik mudah larut dalam air. Bahan baku Pupindo mengandung unsur-unsur hara anorganik, antara lain ; N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Cu, Zn, dan B. Unsur-unsur ini terlarut dapat berupa ion unsur (K+, Ca2+, Mg2+, Fe2+, dll) atau ion molekul-molekul (NO3, HPO42-, SO42-, dll) yang satu sama lain dapat berinteraksi menjadi bentuk yang terlarut atau yang tidak terlarut. Sebagai contoh, kandungan P dalam bahan apabila terhidrolisis akan membentuk ion ortophosfat (sisa asam posfat) yang peristiwa kelarutannya akan sangat dikontrol oleh ketersediaan ion Ca, Cu, Zn, dan ion unsur logam lainnya yang siap membentuk senyawa baru yang bersifat tidak mudah tersedia, seperti Ca3(PO4)2 atau Zn3(PO4)2, berlaku sebaliknya terhadap ketersediaan hara ion unsur logam itu sendiri. Peristiwa reaksi demikian ini yaitu keseimbangan antara pembentukan hara terlarut dan pembentukan senyawa baru yang tidak mudah larut memberikan peluang waktu untuk terjadinya penyediaan hara yang relative lebih lambat tersedia. Peristiwa keseimbangan dari unsur atau senyawa yang saling melindungi ketersediaannya diilustrasi dengan reaksi kimia di bawah ini.

 

PETUNJUK PENGGUNAAN

Pupindo direkayasa untuk meningkatkan efisensi pemupukan pada tingkat pencapaian produktivitas secara optimal yang menguntungkan.  Manfaat penggunaan Pupindo menjadi efektif apabila aplikasinya mengikuti baku teknis pemupukan dengan memperhatikan empat tepat, yaitu; tepat dosis, tepat cara, tepat waktu dan frekuensi aplikasinya.  Dalam hal cara aplikasi, sering dijumpai di lapangan bahwa dikarenakan sesuatu kendala, misalnya seperti persoalan keterbatasan tenaga telah menyebabkan cara aplikasi pemupukan dilakukan kurang sempurna.   Untuk mengatasi situasi yang demikian, Pupindo mengantisipasi melalui keunggulannya menjadikan pemupukan tetap efisien dengan meminimalkan kehilangan hara akibat sifat volatile dan proses pencucian.    Petunjuk teknis penggunaan Pupindo ini disusun untuk menjadi panduan aplikasi pemupukan dalam rangka pencapaian efektifitas dan efisiensi pemupukan secara maksimal.

Penentuan Dosis Aplikasi
Penambahan pupuk ke dalam tanah dilatarbelakangi oleh adanya ketidak mampuan sebagian tanah untuk menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, perkembangan teknologi varietas unggul berproduksi tinggi memerlukan kebutuhan hara yang selaras untuk mengimbangi potensi produksinya, telah memaksa perlunya penambahan hara dari luar melalui tindakan pemupukan.

Penggunaan kebutuhan Pupindo untuk pertaniaan  ditetapkan berdasarkan hasil penelusuran penelitian secara terukur dan dapat dipertanggung jawabkan, melalui dua cara yaitu; (1) pengujian lapangan dan (2) analis tanah maupun daun.   Penetapan kebutuhan dosis Pupindo melalui pengujian lapangan pada komoditas pertanian menjadi acuan kerangka dasar penetapan kebutuhan pupuk. Meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa praktisi lebih menyukai cara penetapan ini, dikarenakan pendekatan terhadap prinsip bahwa tanaman tidak bias dibohongi dalam hal kebutuhan nutrisinya.  Pupuk yang berkualitas baik akan berdampak baik, yang ditunjukkan oleh performa pertumbuhan dan hasil tanaman yang baik pula, demikian berlaku sebaliknya.

Kebutuhan dosis Pupindo yang ditetapkan berdasarkan hasil analisa tanah dan daun melalui tahapan pengambilan contoh tanah atau daun, analisis laboratorium kimia dan penyelarasan kalibrasi hasil analisis terhadap piranti (nomograf) kecukupan dosis pupuk. Cara ini mulai banyak diterapkan dikarenakan selain cepat dalam mengambil langkah keputusan rekomendasi kebutuhan dosis pupuk juga cara ini memiliki kerangka pendekatan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan, cepat dan relatifmudah untuk dilakukan langkah evaluasi pemupukan secara umum.

Penggunaan Pupindo pada beberapa komoditas pertanian telah dilakukan penelitian uji efikasi dengan perolehan pencapaian produktivitas yang cukup menjanjikan.  Gambaran kebutuhan dosis Pupindo untuk masing-masing komoditas pertaniaan disajikan pada tabel sub bab penggunaan Pupindo untuk pertanian.  Kebutuhan dosis Pupindo pada masing-masing komoditas tanaman dalam bentuk kisaran (terendah hingga tertinggi) dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kesuburan tanah.    Bagi praktisi, yang dikarenakan sesuatu hal belum memperoleh gambaran kesuburan tanah di lokasi budidaya yang diupayakan, maka untuk acuan sementara penggunaan dosis Pupindo secara bijaksana sebaiknya ditetapkan menggunakan nilai rata-rata (terendah dan tertinggi) pada setiap komoditas tanaman yang diusahakan.  Setelah penetapan pemupukan dengan cara ini hasil-hasilnya diketahui, maka tahap selanjutnya dapat dilakukan langkah evaluasi melalui cara pengambilan contoh tanah dan daun.

Cara Aplikasi
Pupindo dirancang secara fisik berbentuk butiran granuler dengan diameter dan berat jenis ideal yang diarahkan untuk memudahkan dalam penempatan pupuk, baik dilakukan secara manual/konvensional maupun cara mekanis menggunakan fertilizer applicator (FA).  Khusus untuk penggunaan FA, Pupindo memiliki keunggulan tersendiri yaitu butiran granuler dengan diameter yang homogen serta Bj 1,33 g/cm3, sehingga  akan memudahkan proses kalibrasi, menekan efek segregasi dan meningkatkan akurasi jatuh bebas penempatan pupuk di permukaan tanah.

Pupindo sangat ideal diaplikasikan untuk seluruh cara apalikasi pemupukan yang dikenal, disesuaikan dengan kebiasaan setempat dan pertimbangan efisiensi, dalam rangka;  pencapaian sasaran produksi, pengehematan biaya, kecepatan waktu pelaksanaan aplikasi dan penekanan kehilangan pupuk serta penekanan terhadap kerusakan lingkungan.  Pupindo sangat mudah diaplikasikan, disesuaikan dengan kebutuhan jenis tanaman, antara lain ;

  1. Broadcast, dengan cara disebar merata di permukaan tanah.
  2. Side band, dengan cara penempatan pupuk mendekati sistem perakaran, biasanya disamping kiri/kanan sistem perakaran.

Aplikasi Pupindo cara broadcash efektif digunakan pada tanaman semusim (padi) dan tanaman tahunan, seperti ; sawit, karet, kopi dan kakao, khususnya pada tanaman yang sudah menghasilkan (TBM dan TM) dan juga tanaman teh.   Sifat kondisi tanah dan  cara budidaya penanaman menentukan pemilihan cara pemupukan ini.   Sebagai contoh, pada tanaman padi dengan kondisi tanah yang basah, maka penggunaan Pupindo memiliki keunggulan dari sifat fisik ukuran butir dengan Bj 1,33 g/cm3, memungkinkan pupuk akan segera masuk kelapisan oksidasi menjadi mudah tersedia dan diambil perakaran, kemudian pupuk tidak cepat terlarut pada lapisan air di permukaan tanah yang memungkinkan hara terbawa aliran air khususnya pada sistem pengairan kontinyu.   Pada tanaman sawit yang berpola pembentukan piringan dan sistem perakaran serabut, maka peletakan pupuk cara broadcash memungkinkan nutrisi secara merata menyebar mendekati pola perakaran.    Hal yang sama juga dapat diperhatikan pada pola penanaman karet, kopi, coklat dan teh.  Pada masing-masing pembibitan tanaman tahunan, cara broadcash tidak dianjurkan dikarenakan system penggunaan media pot/polybag.

Aplikasi Pupindo dengan cara sideband memberikan hasil efektifitas dan efisiensi terbaik pada sebagian besar tanaman semusim. Apabila tidak terkendala persoalan keterbatasan tenaga, side band Pupindo juga sangat efektif diaplikasikan pada tanaman tahunan, seperti;  karet, kopi dan kakao, dengan cara pupuk diletakan dalam piringan.   Catatan yang cukup penting, Pupindo memiliki nilai salt indeks cukup rendah < 1,12{63ef19430aed21309430a9d27d483b2d6a0a1b1e2aa9db0ddbd1c3ba59483af5}, sehingga aman dengan cara penempatan pupuk sedekat mungkin perakaran tanaman yang tidak beresiko adanya pengaruh osmotik.

Pemupukan yang baik dilakukan  selalu diikuti oleh tahap penutupan pupuk oleh masa tanah.  Tindakan penutupan dilakukan untuk meningkatkan proses kecepatan pupuk dalam menyediakan hara melalui pelarutan dan menekan kehilangan nutrisi yang mudah menguap, tercucikan dan terbawa run off.   Tidak dipungkiri bahwa kondisi di lapangan terkadang banyak kendala yang dihadapi dalam aplikasi pupuk, yang utama adalah persoalan keterbatasan tenaga.  Pada keadaan demikian, tindakan pemupukan tidak lagi mengharapkan kondisi ideal dengan penutupan.   Praktisi lebih menghendaki pemilihan pupuk yang praktis digunakan dalam kemudahan aplikasi, waktu pelaksanaan cepat dan sambil tetap terjaga pencapaiaan efisiensi dan efektifitas yang menguntungkan. Pupindo yang direkayasa dengan teknologi coating memungkinkan dapat lebih mudah mengatasi kehilangan pupuk karena volatilisasi dan pencucian, sehingga pupuk tetap terjaga aman meskipun tanpa dilakukan penutupan dengan tanah.

Waktu dan Frekuensi Aplikasi
Pupindo dirancang dapat bersifat fast release dan slow release.    Guna mendapatkan hasil yang optimal, waktu dan frekuensi Pupindo juga tergantung kepada pola pertumbuhan tanaman.  Bagi tanaman semusim yang menggunakan Pupindo fast release, maka dalam aplikasinya dilakukan 2 tahap, yaitu; pada awal fase pertumbuhan cepat (pada saat tanaman) dan menjelang memasuki pertumbuhan mulai melambat (mulai diikuti pertumbuhan generatif).   Pemilihan  Pupindo fast release juga efektif digunakan pada pembibitan tanaman tahunan.  Apabila menggunakan Pupindo slow release, maka dipilih Pupindo dengan kemampuan menyediakan hara selama 2-3 bulan.  Aplikasi pupuk ini dilakukan 1 tahap yaitu bersamaan waktu tanaman dan tidak disarankan bersamaan pengolahan tanah dikarenakan akan merusak struktur bahan SRA-nya.

Bagi tanaman tahunan (sawit, karet, kopi, kakao) yang sudah menghasilkan (TBM dan TM) memiliki fase pertumbuhan yang relatif lebih panjang, penggunaan Pupindo slow release akan lebih efektif. Pupindo diaplikasikan dalam 1 tahap seluruh dosis disesuaikan dengan jenis tanaman.   Sifat Pupindo slow release akan menjamin penyediaan suplai hara sepanjang periode pertumbuhannya selaras dengan kemampuannya dalam menekan kehilangan pupuk yang diakibatkan oleh volatilisasi dan pencucian hara.       

Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya
Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya

Pengertian Pupuk NPK Pupuk NPK adalah pupuk yang memilik kandungan tiga unsur hara makro, yaitu Nitrogen (N) Fosfor (P) dan Kalium (K). Selain unsur...

Pupuk, Pengertian dan Jenisnya
Pupuk, Pengertian dan Jenisnya

Pengertian Pupuk Pupuk adalah bahan yang memiliki kandungan satu atau lebih unsur hara yang diberikan pada tanaman atau media tanam untuk mendukung...